Apotek Wajib Umumkan Harga Jual Obat

No comment 901 views

apotekYayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, mendesak pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan RI., bersama Deperindag Provensi dan Kabupaten/Kota agar mewajibkan para pelaku usaha Apotek mengumumkan daftar harga jual obat yang mudah diakses dan mudah dibaca oleh masyarakat konsumen.

Hal ini di sampaikan oleh YLPK Jawa Timur untuk mensikapi banyak keluhan konsumen tentang harga jual obat-obatan di Apotek dirasakan sangat mahal bahkan sudah tidak rasional lagi.? Mengumumkan daftar harga jual obat di Apotek kepada masyarakat menurut M. Said Sutomo, Ketua YLPK Jatim merupakan amanah UU No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

?Pasal 4 ayat (1) huruf c menegaskan hak konsumen adalah hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur tentang barang dan/atau jasa yang dijual,? jelasnya. Selanjutnya huruf d, kata Said Sutomo, menegaskan hak konsumen adalah hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

Harga obat-obatan yang dicap mahal tersebut juga diakui oleh Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) yang menyebut bahwa harga jual obat di apotek sudah digelembungkan atau mark-up hingga 37 persen dari harga neto yang dikeluarkan pabrik. Presiden IAI M. Dani Pratomo ketika dalam Kongres Kesehatan Rakyat Indoensia, pekan lalu, (19/8/2013) mengatakan, kondisi itu tidak bisa dibiarkan. ?Apotek saat ini tidak menjalankan fungsi luhurnya, yakni fungsi kefarmasian, tapi dominan fungsi jual beli? tegasnya.

Dani menuturkan secara detail perjalanan penetapan harga obat sejak dari pabrik hingga di tangan konsumen. Dia mengatakan, pabrik menetapkan harga harga neto pabrik. Selanjutnya, dari harga tersebut keluar harga neto Apotek. Ini adalah harga yang harus dikeluarkan Apotek untuk menebus obat dari konsumen.

Setelah di Apotek, menurutnya harga obat diamainkan seenaknya. ?Penggelembungan harga obar dari harga neto Apotek ke harga jual ke konsumen umum mencapai 37,5 persen,? tandasnya. Dia mencontohkan, untik paket obat yang harganya Rp. 1 juta, Apotek mendapatkan keuntungan hingga Rp. 375 ribu. Masyarakat atau konsumen obat tidak bisa berkutik karena membutuhkannya.

Dani mengatakan, pihak Apotek bisa mendapatkan keuntungan lebih gede lagi karena sering mendapatkan diskon untuk harga neto Apotek. ?Misalnya, obat A, seharsunya dibeli Rp. 100 ribu dari pabrik. Tetapi, karena persaingan bisnis obat, Apotek dapat diskon dan dikenai harga Rp. 75 ribu,? jelasnya.

Apotek yang nakal tidak menurunkan harga jual ke konsumen meski mendapatkan diskon dari pabrik obat. Kecenderungan Apotek menggelembungkan harga obat ini tidak hanya ada di Apotek umum tapi ada juga Apotek milik rumah sakit yang melakukannya.

Dia menjelaskan, pemerintah harus menjalankan regulasi yang sehat dan ketat untuk urusan penjualan obat di Apotek. Dani mengatakan, saat ini IAI mengadvokasi penerbitan aturan baru untuk penjualan obat di Apotek. Menurut dia, idealnya Apotek menjual obat ke masyarakat sesuai dengan harga neto Apotek.

Apotek melalui apoteker hanya dibolehkan menarik jasa kefarmasian kepada masyarakat konsumen pembeli obat. Dia menghitung jasa kefarmasian yang wajar adalah Rp. 20 ribu hingga Rp. 30 per-transaksi obat-obatan. Dengan sistem ini berapa pun besarnya harga obat yang dibeli masyarakat, harganya riil dan sesuai dengan harga neto Apotek.

Usul IAI ini diamini oleh Ketua YLPK Jatim dan mendapat respons positif dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Zaenal Abidin menuturkan, harga obat sebagai komponen dari penanganan medis harus terjangkau. ? Harganya tidak boleh dimainkan,? tegasnya.