Belum Ada Sosialisasi Soal Pembatasan BBM Subsidi

pom bensinJakarta – Kurang dari tiga minggu lagi pembatasan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi diberlakukan. Namun, sosialisasi program-program yang diandalkan pemerintah untuk menekan lonjakan inflasi pasca-pembatasan itu belum terdengar.

Padahal, menurut ahli transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, Minggu (12/12), dari Semarang, pembatasan akan berpengaruh pada inflasi. Setiap kenaikan angka inflasi secara teoretis akan berpengaruh pada meningkatnya angka kemiskinan.

”Pembatasan diberlakukan sekitar dua minggu lagi, mengapa tak terdengar ada program apa pun?” ujar dia.

Mulai 1 Januari 2011 secara bertahap pemerintah melarang seluruh kendaraan bermotor roda empat pelat hitam menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hanya kendaraan umum, sepeda motor, dan nelayan yang diizinkan menggunakan BBM bersubsidi.

Tahap pertama pembatasan berlaku di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Selanjutnya pembatasan diberlakukan di seluruh Jawa dan Bali.

Dalam catatan Litbang Kompas, pada 2005 ketika harga BBM bersubsidi dinaikkan, inflasi mencapai 17,11 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,32 persen.

Tahun 2008, harga BBM bersubsidi kembali dinaikkan, inflasi 11,06 persen, dan pertumbuhan ekonomi hanya 4,5 persen.

Becermin dari kejadian itu, kata Djoko, seharusnya pemerintah mengumumkan kemudahan terkait pembatasan BBM subsidi untuk kendaraan pengangkut barang. ”Banyak truk, mobil boks, dan bak terbuka masih pelat hitam. Semestinya, diumumkan kemudahan perpindahan pelat jadi kuning,” ujar dia.

Apabila kendaraan pengangkut barang tetap berpelat hitam, maka dilarang mengonsumsi BBM bersubsidi. ”Eksesnya, bukan ditanggung pemilik barang atau perusahaan transportasi, tetapi masyarakat sebagai konsumen dalam bentuk lonjakan harga barang,” kata Djoko.

Dengan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, pemerintah menyatakan dapat menghemat anggaran subsidi Rp 24,2 triliun. ”Kalau penghematan yang jadi alasan pembatasan, seharusnya langsung dipikirkan pembangunan transportasi massal. Ini agar pengangkutan logistik tetap lancar dan murah, agar tak ada inflasi yang berlebihan,” kata dia.

Namun, yang terjadi, pemerintah tidak berpikir dalam kerangka makro. Ini antara lain tampak dari angkutan kereta api, sebagai transportasi massal yang efisien. ”Kereta tetap menggunakan BBM industri. Kenapa BBM subsidi yang ditarik dari kendaraan pribadi tak digunakan untuk kereta,” tutur Djoko.

Pasar otomotif

Pembatasan konsumsi BBM bersubsidi untuk mobil pribadi tak akan membuat masyarakat beralih ke sepeda motor. Menurut Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Seluruh Indonesia (AISI) Gunadi Sindhuwinata, pasar sepeda motor tak akan melonjak drastis.

Dia menjelaskan, situasinya berbeda ketika pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi tahun 2005. Saat itu, harga premium naik sampai 129 persen, pasar kendaraan bermotor turun drastis. ”Kini, sebagian pengguna sepeda motor sebenarnya menggunakan Pertamax karena merasa lebih enak,” kata Gunadi.

Gunadi berpendapat, kendaraan dengan tahun produksi di atas tahun 2005 sebaiknya menggunakan BBM jenis Pertamax. ”Supaya bisa memperoleh kinerja mesin yang lebih optimal. Emisi gas buang kendaraan juga jadi lebih rendah,” tutur dia.

Dengan laju pertumbuhan 10 persen, kata dia, penjualan mobil 2011 akan mencapai 800.000 unit. Penjualan motor bisa 8 juta unit. ”Dengan jalan yang makin padat, motor dinilai lebih efektif,” katanya. (kompas)

Tags: