Gaya Hidup Borjuis, Rame-Rame Tolak Mobil Murah

mobilBaru belakangan ini para pejabat publik rame-rame menyatakan menolak
lounching mobil murah. Karena apa? Mungkin karena sudah terbiasa
mengendarai mobil mahal yang telah mengubah gaya hidupnya mejadi gaya
hidup borjuis. Mungkin juga karena tak mampu lagi memikirkan tantangan
membludaknya pengendara sepeda motor rame-rame akan beralih mengendarai
mobil murah.
Dapat dibayangkan jika membludaknya pengendara sepeda motor yang oleh
Meneg BUMN Dahlan Iskan dikatakan sebagai revolusi transportasi bersepeda
motor yang telah memenuhi jalan-jalan raya nantinya akan ditambah dengan
peralihannya ke kendaraan pribadi mobil murah. Tak dapat dipungkiri,
jalan raya akan berubah total menjadi tempat parkir berjalan jika
pembangunan infrastruktur angkutan umum dengan ragam modanya tak segera
terbangun secara bersamaan.
Anehnya telah beberapa kali diadakan pameran mobil super mahal seperti
mobil Lamborghini dan semacamnya yang harganya mencapai Rp. 7 miliaran
itu di adakan di kota-kota besar di Indonsia tak ada satupun pejabat
publik yang menolaknya. Bahkan para konsumen dengan bangga membeli mobil
super mahal itu, entah itu anaknya pejabat, tampa peduli dengan kondisi
kemacetan di jalan raya.
Kemacetan bagi para konsumen mobil mahal justru sebagai ajang pamer dan
entertainment (hiburan) di jalan raya. Coba lihat dan perhatikan ketika
ada mobil super mahal melintasi di jalan raya, justru orang-orang yang
ada di dalamnya, begitu merasa bangga dan menikmati kemacetan jalan
karena bisa pamer di depan kebanyakan orang miskin yang lalu lalang di
pinggir jalan yang kagum melihatnya.
Hal ini membuktikan bahwa produk barang dan jasa akan sangat diminati
oleh masyarakat konsumen manakala produk tersebut memberikan nilai lebih
dari sisi kualitas dan harganya.? Tapi belakangan ini harga murah dan
berkualitas saja tidak cukup. Produk barang dan jasa itu harus memberikan
nilai entertainment.
Bernd H. Schmitt dalam bukunya, There?s Show Businness (2004),
menyatakan, konsumen kini menilai sebuah produk barang dan jasa (brand)
dari suatu perusahaan dinilai berdasarkan pengalaman yang pernah
dialaminya. Pengalaman ini haruslah menghibur (entertaining), melibatkan
konsumen (engaging), memberikan sesuatu yang lebih dari sekedar yang
diharapkan konsumen (boundary breaking), dan pada saat yang bersamaan
menciptakan nilai bisnis (value creating). Selanjutnya menurut Schmitt,
semua bisnis kini harus dikelola sebagai show business yang menyenangkan
semua orang (happy appealing).
Mobil murah memberikan harapan konsumen seperti itu dibandingkan
mengendarai sepeda motor dan angkutan umum yang tak ada nilai
entertainment-nya. Barangkali, meski harus menjual 4-5 unit sepeda motor
untuk uang muka umpamanya, tidak peduli. Karena dengan mobil murahnya,
semula mereka hujan kehujanan, panas kepanasan, ke depan tak dialami
lagi. Sepeda motor dinilai tak bergengsi. Kecuali bersepeda motor moge
(Motor Gede) yang juga memiliki nilai entertainment. Harganya pun jauh
melebihi dari harga mobil murah yang hanya dapat dimiliki oleh
orang-orang yang gaya hidupnya borjuis seperti Mantan Ketua SKK Migas
Rudi Rubiandini.
Karena apa mobil murah maupun yang mahal menjadi moda transportasi
pribadi dambaan semua orang sebagai pengganti angkutan umum? Selain mobil
mempunyai nilai entertainment tadi juga mempunyai fasilitas lain yang tak
ada di angkutan umum dan sepeda motor. Kapasitasnya familiar, mampu
manampung lebih dari dua orang, ada air conditioner/AC-nya. Apalagi
kehidupan anak-anak kita saat ini yang sejak lahir tahun 1980-an
umpamanya sudah mengenal ruangan ber-AC. Sekarang di rumahnya ber-AC. Ke
sekolah, ruangan kelasnya ber-AC. Ke plaza, lingkungannya ber-AC. Bahkan
ke mini market pun ber-AC.
Maka nyaris lingkungan yang tak ber-AC seperti pasar tadisional dan
angkutan umum belakangan ini ditinggalkan publik. Kondisi pasar
tradisional yang becek, berbau dan kotor serta banyak copetnya sudah
bukan lagi jadi pilihan utama tempat berbelanja. Begitu juta keberadaan
Angkot dan Bus Kota kondisinya semakin bobrok dan pengap telah sirna dari
memori anak-anak kita.
Nah, apakah angkutan umum yang dijanjikan seperti monorel dan semacamnya
akan mampu menggantikan kendaraan pribadi mobil murah, mobil mahal dan
sepeda motor? Harapan publik, tak hanya murah, nyaman, aman dan tepat
waktu tapi juga memberikan nilai tambah entertainment bagi konsumennya.
Jika tidak maka gagasan dan pembangunan itu akan sia-sia. Karena 5-10
tahun mendatang ketika angkutan umum apakah itu berupa monorel dan
lainnya keberadaannya sudah jauh tertinggal dari harapan masyarakat
konsumen.
Harapan dan keinginan masyarakt konsumen selalu melampau dari kenyataan
riil yang dihadapinya. Maka dalam waktu yang bersamaan akan diabaikan dan
ditinggalkan manakala tak memenuhi seleranya. Oleh karenanya, alangkah
baiknya kita belajar kepada filosufi mantan Presiden RI Ketiga BJ.
Habibie: Mulailah dari sesuatu yang mutakhir jangan memulai dari yang
awal!? Agar tak menjadi bangsa yang selalu ketinggalan jaman.

Oleh: M. Said Sutomo
Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur