Gubernur Jatim Berharap IKK Membaik, YLPK Jatim: Akses Penyelesaian Sengketa Konsumen Harus Diperkuat

Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa mengukuhkan 36 orang Anggota Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di Jawa Timur pada tanggal 22-23 Oktober 2020, di Hotel Grand Dafam Signature Surabaya.

BPSK ini terdiri dari tiga unsur yaitu, unsur dari pemerintah, unsur dari konsumen dan unsur dari pelaku usaha. Para Majelis itu akan bertugas di satu kota dan di tiga kabupaten di Provinsi Jawa Timur, yaitu  di Kota Surabaya, Kabupaten Jember, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Bojonegoro.

Pada kesempatan itu Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di hadapan para majelis yang dilantik berharap agar keberadaan BPSK di kota dan di beberapa kabupaten itu mampu meningkatkan Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) khususnya di Provinsi Jawa Timur.

Mengingat berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan IKK pada 2020 dapat meningkat dibandingkan dengan 2019 yang hanya berada di angka 41,7. “Saya berharap IKK khususnya di Provinsi Jatim pada 2020 melalui BPSK bisa meningkat melebihi angka angka 41,7,” ujar Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa.

Seperti sudah kita ketahui bahwa IKK merupakan parameter yang menunjukkan tingkat keberanian masyarakat suatu negara sebagai konsumen melakukan komplain kepada pelaku usaha apabila konsumen merasa dirugikan dalam mengkonsumsi produk barang dan/atau jasa yang dipasarkan.

Karena poin IKK 41,7 menempatkan konsumen Indonesia berada pada posisi mampu tapi belum berdaya. Artinya, konsumen cenderung bersikap “nerimo” artinya konsumen tahu hak dan kewajiban serta bisa menentukan pilihan konsumsinya, tetapi masih belum aktif memperjuangkan haknya sebagai konsumen.

Hal ini menurut Ketua YLPK Jawa Timur, Muhammad Said Sutomo dan sebagai Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) periode 2020-2023 tercermin dari perilaku konsumen yang belum berani melakukan gugatan jika mengalami kerugian dalam konsumsi barang dan/atau jasa melalui lembaga-lembaga yang telah dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yaitu BPKN yang sifatnya nasional, dan BPSK maupun Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), YLKI atau YLPK Jatim yang ada di daerah-daerah.

Nilai IKK yang rendah dinilai Said Sutomo bukan merupakan imbas dari belum efektifnya kehadiran UUPK tapi lebih karena penguatan regulasi terhadap lembaga BPSK dan LPKSM dalam penyelesaian sengketa konsumen belum difasilitasi oleh pemerintah secara maksimal di daerah-daerah.

Bisa dibayangkan saja negara NKRI yang begitu luas terdiri 34 provinsi dengan jumlah 514 kabupaten dan kota hanya memiliki 2 Perda (Peraturan Daerah) tentang Perlindungan Konsumen yaitu Provinsi Sumatera Barat dan Propvinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Padahal UUPK hadir sejak 21 tahun lalu dan UUPK dimandatkan sebagai payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

Dalam upaya meningkatkan IKK, khususnya di Provinsi Jatim seyogyanya tidak saja membuka akses pengaduan konsumen dengan membentuk dan menfasilitasi BPSK saja tapi perlu disertai dengan pembinaan pelaku usaha dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) agar dalam memproduksi barang dan/atau jasa memenuhi standar dan mutu yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Selain itu Pemerintah Jatim perlu meningkatkan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam pengawasan barang beredar yang disertai dengan penghitungan takaran yang tepat, sehingga mampu memastikan tertib niaga di berbagai kanal perdagangan guna membangun kepercayaan pasar.

“Oleh karenanya sejak saat ini perlu digagas penguatan regulasi berupa Peraturan Daerah Tentang Perlindungan Konsumen di Provinsi Jatim,” saran Said Sutomo, Komisioner BPKN yang juga pernah aktif di GP Ansor Kota Pasuruan di tahun 1990-1997. (*)

Tags: