Kasus Tertukarnya Isi Obat, BPOM Nyatakan Kalbe Lalai, Polisi Harus Bertindak

kalbe-bBadan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan perusahaan farmasi PT Kalbe Farma Tbk telah lalai dalam mengisikan kandungan obat anestesi ke dalam kemasan produknya. Berdasar hasil investigasi, kandungan asam Tranexamic yang merupakan bahan baku obat injeksi penghenti pendarahan dengan merek Kalnex tertukar atau tercampur dengan bahan baku obat injeksi anestesi merek Buvanest Spinal.

Akibat tertukarnya isi kandungan obat tersebut, dua orang pasien di RS Siloam Karawaci meninggal dunia setelah disuntik Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy pada Kamis (12/2). “Dari hasil investigasi kita, terbukti telah terjadi kekeliruan dalam proses produksi obat di sarana produksi,” ujar Kepala BPOM Roy Alexander Sparingga kemarin (17/2). BPOM akhirnya mengeluarkan sejumlah sanksi kepada perusahaan farmasi tersebut.

Bentuk sanksi pertama adalah Kalbe Farma diperintahkan untuk menarik seluruh produk Buvanest Spinal 0,5% Heavy 4 ml/5 (ABVSA) dengan nomor seri produksi (batch) 630077 dan produk obat Kalnex 500 mg/Amp 5 ml dengan batch 629668 dan 630025.

Sanksi kedua, Badan POM mencabut izin produksi PT Kalbe Farma untuk dua merek obat tersebut. Sanksi ketiga, Badan POM membekukan izin peredaran dua produk obat itu. “Kalbe harus menghentikan semua produksi obat tersebut. Lanjut atau tidaknya izin produksi diputuskan nanti berdasar hasil investigasi lanjutan,” paparnya.

Selain menjatuhkan sanksi kepada Kalbe Farma, Badan POM memberikan surat edaran kepada rumah sakit (RS) di seluruh Indonesia dan kolegium dokter spesialis anestesi agar tidak menggunakan dua obat tersebut. “Proses investigasi belum rampung. Kalau sudah rampung, baru bisa diputuskan kebijakan lanjutan yang akan dilakukan pada kasus ini,” kata Roy.

Roy menambahkan, proses investigasi juga masih berjalan. Pihaknya secara langsung turun ke lokasi kejadian. Kemarin BPOM mengunjungi RS Siloam untuk mendapat keterangan resmi dari RS dan dokter yang menangani. Setelah ke RS Siloam, pihaknya melanjutkan investigasi ke lokasi distributor dan produsen obat.

Roy juga menuturkan adanya kejanggalan dalam kasus tersebut. Yakni, tidak adanya laporan kasus serupa dari RS lain dengan asumsi produk telah didistribusikan ke seluruh wilayah di Indonesia. “Ada kemungkinan itu. Tapi, kita belum bisa pastikan. Kita akan selidiki lebih lanjut,” ungkapnya.

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) justru berkelit atas kasus yang terjadi. Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F. Moeloek irit tanggapan saat ditanya tentang tindak lanjut Kemenkes atas kasus tersebut. “Nanti-nanti,” kata dia saat dijumpai di kompleks parlemen kemarin. Dia meminta semua pihak tidak berspekulasi dan sabar menunggu hasil investigasi. “Kita juga tidak boleh saling menyalahkan, tidak boleh,” tegasnya.

Pada kesempatan terpisah, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai kasus itu sudah memenuhi unsur pidana dan perdata. Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, meski dugaan saat ini terjadi kesalahan pelabelan bahan baku pembuat obat Buvanest Spinal 0,5% Heavy oleh PT Kalbe Farma, kasus tersebut tidak bisa diselesaikan dengan meminta maaf alias perdata saja. ”Kasus ini sudah memenuhi unsur pidana dan perdata. Polisi juga harus bergerak,” katanya di Jakarta kemarin.

Tulus mengatakan, unsur pidana dalam kasus tersebut muncul dalam bentuk kelalaian saat proses produksi sehingga berujung tewasnya dua pasien RS Siloam, Tangerang.

Sumber : Jawa Pos