Pernyataan Pers YLKI: Kenaikan Cukai Rokok Konservatif, Bahkan Langkah Mundur

Kementerian Keuangan telah menetapkan kenaikan cukai rokok pada 2017 sebesar 10,04 persen; dan akan diberlakukan per 01 Januari 2018. Atas kenaikan itu, berikut ini beberapa catatan kritis untuk Menteri Kuangan, yakni :

1. Jika dilihat presentasenya, kenaikan cukai tersebut merupakan langkah mundur. Sebab pada 2016 yang lalu, kenaikan cukai rokok mencapai 11,19 persen. Seharusnya setiap kenaikan cukai bersifat progresif, sehingga mencapai angka minimal yakni 57 persen, sebagaimana amanat UU tentang Cukai;

2. Rendahnya persentase kenaikan cukai rokok tersebut mencerminkan Menkeu masih sangat konservatif dalam mengambil kebijakan terkait kenaikan cukai rokok. Kenapa konservatif, karena seharusnya dengan kenaikan yang lebih tinggi pemerintah dapat menggali pendapatan dari sektor cukai yang lebih besar. Seharusnya Menkeu memahami hal ini mengingat defisitnya APBN, akibat target pendapatan pajak yang selalu jeblok;

3. Kenaikan cukai yang tinggi juga bisa menjadi instrumen pengendalian konsumsi rokok. Sebab cukai adalah sin tax, alias pajak dosa. Ingat, saat ini menurut data BPJS mayoritas penyakit yang diderita pasien BPJS adalah penyakit degeneratif, yang salah satu pemicunya adalah konsumsi rokok. Pantas saja tiap tahun fiansial BPJS mengalami bleeding. Pada 2016 defisitnya mencapai Rp 9 trilyun, dan pada 2017 diprediksi mencapai Rp 12 trilyun;

4. Rendahnya kenaikan cukai rokok oleh Kemenkeu akan mengakibatkan prevalensi merokok semakin tinggi, karena harga rokok masih sangat terjangkau baik oleh rumah tangga miskin dan atau anak-anak dan remaja. Kenaikan cukai rokok 10,04 persen hanya berdampak terhadap kenaikan rokok sebesar Rp 30-50 per batang. Apalah artinya kenaikan sebesar itu karena toh rokok masih bisa dibeli secara ketengan. Dalam konteks ini, Menkeu gagal memahami cukai sebagai “pajak dosa”, sebagai instrumen pengendali konsumsi rokok.

5. Atas rendahnya kenaikan cukai rokok itu, patut diduga Menkeu terlalu dominan mendengarkan suara industri rokok. Menkeu tidak independen dan tidak netral atas intervensi oleh industri rokok. Dan mengabaikan aspirasi/masukan dari masyarakat yang mendorong pengendalian konsumsi rokok.

6. Himbauan Presiden agar petani mengurangi bertanam tembakau akibat dampak kenaikan cukai, juga hal yang tidak relevan. Kenaikan cukai 10,04 persen tidak berdampak apa pun terhadap petani tembakau. Nasib petani tembakau justru digerus oleh perilaku industri rokok yang seenaknya menentukan harga dan kualitas daun tembakau milik petani.

Demikian. Terima kasih.

Jika diperlukan wawancara, silakan menghubungi Sdr. Agus Suyatno, via +6281808286535 atau Sdri. Eva Rosita, via +6285723594091.
Wassalam,
Tulus Abadi,
Ketua Pengurus Harian YLKI.

Informasi dan Pengaduan:
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Jl. Pancoran Barat VII No. 1 Duren Tiga, Jaksel, 12760
Telepon 021-797-1378, WA 0822-6121-1822.
Email: konsumen@ylki.or.id
Website: www.pelayanan.ylki.or.id
Donasi untuk gerakan konsumen:
BCA Cab Pasar Minggu No.Rek  : 035-3-80546-8 a/n YLKI II.


Source: YLKI

Tags: