Rugikan Konsumen, Industri Farmasi Didenda Rp 145 Miliar

kppuJakarta –  Komisi Pengawas Persaingan Usaha menjatuhkan hukuman denda total Rp 145 miliar terhadap industri farmasi karena dinilai berpotensi merugikan konsumen.

Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) itu disampaikan oleh anggota majelis KPPU, Erwin Syahrial, di Jakarta, Senin (27/9), seusai mendampingi pembacaan putusan ”Industri Farmasi Kelas Terapi Amlodipine”. Pembacaan keputusan dilakukan ketua majelis Komisi, Ahmad Ramadhan Siregar, dan anggota majelis, H Tadjuddin Noer Said.

Semula, tuduhan KPPU menyangkut penetapan harga, praktik kartel dalam produksi dan pemasaran obat, serta peluang terjadi monopoli hanya terhadap PT Pfizer Indonesia dan PT Dexa Medica. Khusus Pfizer juga dikenai tuduhan penyalahgunaan posisi dominan. Namun, setelah pemeriksaan lanjutan, KPPU memutuskan menjatuhkan hukuman pada PT Pfizer Indonesia, Pfizer Overseas Inc, Pfizer Overseas LLC, Pfizer Global Trading, dan Pfizer Corporation Panama. Masing-masing didenda Rp 25 miliar. Sementara Dexa Medica didenda Rp 20 miliar.

Selain denda, KPPU juga menetapkan perjanjian pasokan antara Pfizer Overseas Inc dan PT Dexa Medica batal demi hukum. Begitu pula dengan perjanjian distribusi antara PT Pfizer Indonesia dan PT Anugrah Argon Medika batal demi hukum.

KPPU mengharuskan seluruh terlapor menghentikan komunikasi tentang informasi harga, jumlah produksi, dan rencana produksi kepada pesaing.

Selain itu, Pfizer diperintahkan menurunkan harga obat darah tinggi, Norvask, sebesar 65 persen dari harga apotek hingga keputusan KPPU ini berkekuatan hukum tetap.

Sementara Dexa Medica diminta menurunkan harga Tensivask, obat darah tinggi, sebesar 60 persen dari harga apotek.

”KPPU juga memerintahkan PT Pfizer Indonesia tidak melibatkan dokter dalam program health care compliance. PT Pfizer Indonesia dan PT Dexa Medica diperintahkan menurunkan biaya promosi 60 persen dan membatasi kegiatan sponsorship kepada dokter,” ujar Ahmad.

Kuasa hukum PT Dexa Medica Rikrik Rizkiyana menegaskan, pihaknya siap mengajukan keberatan atas putusan itu. KPPU dinilai tidak menghargai keberadaan perusahaan nasional yang dipercaya menggunakan bahan baku dari perusahaan internasional. Menurut Rikrik, patokan harga tidak bisa dilihat hanya dengan membandingkan antara harga ritel dan harga dari Organisasi Kesehatan Dunia serta harga asuransi kesehatan.

Sementara Direktur Public Affairs and Communications PT Pfizer Indonesia Chrisma A Albandjar membantah semua tuduhan KPPU. Dijelaskan, sejak dilaksanakan investigasi, Pfizer kooperatif memberikan semua data yang diminta. ”KPPU tidak mempertimbangkan fakta utama dan masukan yang disampaikan Pfizer ataupun pendapat ahli,” kata Chrisma. Pfizer Indonesia, kata Chrisma, akan mengajukan keberatan. Keputusan KPPU membuat rencana investasi pengembangan industri farmasi di Indonesia terpaksa ditunda.

Sumber : Kompas

Tags: