Sidang Gugatan YLPK Terhadap Pelindo, Para Tergugat Diduga Tak Punya Etikad Baik

Senin, 28 Januari 2013, para tergugat, yaitu Tergugat I (PT. (Persero) Pelindo III, Terguat II (PT. Surabaya Megah Cemerlang/SMC), Tergugat III (Perum) Jasa Tirta I, Tergugat IV (Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Perak Surabaya, Tergugat V ( Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Provinsi Jatim dan Tergugat VI (Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya) telah menyerahkan jawaban Penggugat (YLPK Jatim) kepada Majelis Hakim PN Surabaya.

Majelis Hakim yang dipimpin oleh Syafrudin Ainor Rofiek, SH.MH. itu setelah Penggugat menerima copy jawaban dari para Tergugat, Penggugat menyatakan bahwa jawaban para Tergugat telah terbacakan sehingga sidang berjalan dalam tempo singkat sekitar 15 menit. Kemudian sidang yang terbuka untuk umum itu ditutup oleh Ketua Majelis Hakim.

Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim M. said Sutomo menyatakan: “Setelah kami mempelajari semua jawaban para Tergugat, maka paling tidak ada tiga hal yang disampaikan para Tergugat yang perlu dicermati”, ujar M. Said Sutmo. Apa saja tiga hal itu?

Menurut M. Said Sutomo, pertama adalah para Tergugat menyoal masalah legal standing surat tugas yang diberikan kepada Kepala Divisi YLPK Jatim Zainal Arifin, SH. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengerti jika Kepala Divisi Advokasi itu adalah organ YLPK Jatim. “Bukan organ di luar YLPK Jatim yang memang butuh surat Kuasa Khusus dalam melakukan advokasi”, jelas Ketua YLPK Jatim yang dikenal panggilan Said Sutomo itu.

Kedua adalah isi jawaban para Tergugat II (tidak ditandatangani pengacaranya), III, IV, V dan Tergugat VI substansinya hampir mendekati sama. Oleh karenanya bagi YLPK Jatim tidak ada masalah untuk mengkonter argumen instansi terkait dalam perkara ini.

Sedangkan yang ketiga adalah yang menarik, karena isi jawaban Tergugat I ada indikasi kuat bahwa para Tergugat patut diduga telah berbuat kolaborasi tidak punya etikad baik dengan cara tidak memberikan kualitas produk barang dan/atau yang terbaik bagi kebutuhan hajat hidup orang banyak berupa air minum.

Padahal di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tegas menyatakan:

–     PP NO. 69/2001 Tentang Kepelabuhan, Pasal 38 ayat 1 huruf (f) isi: Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan, saluran pembuangan air, instalasi listrik, instalasi air minum, depo bahan bakar dan pemadam kebakaran.

–     KM. NO. 54/2002 Tentang Peneyelenggaraan Pelabuhan Laut, Pasal 30 ayat 1 huruf (f), huruf (h) butir 3, isi: Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan, saluran pembuangan air, instalasi listrik, instalasi air minum, depo bahan bakar dan pemadam kebakaran.

–     Anggaran Dasar PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III No. 128 tgl 25 Juni 1998 yang dibuat oleh Notaris Rachmat Santoso, SH, Pasal 3 huruf (f), isi: Penyediaan listrik, bahan bakar, air minum dan instalasi limbah pembuangan.

Dengan demikian, menurut Said Sutomo. Tergugat I sebagai BUMN yang rela menjadi “gedibal” distributor air bersih produsen PT. SMC itu telah melanggar Anggaran Dasarnya sendiri, Visi & Misi-nya yang menjadi komitment manajemen perusahaan, dan melanggar bidang usaha yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar PT. (Persero) Pelindo III.

Pelanggaran yang mencolok itu, menurut Said Sutomo, publik bisa membuktikan dengan cara membaca annual report PT. (Persero) Pelindo III di website-nya. Annual Report 2009 pada halaman 9 tentang Bidang Usaha Perusahaan umpamanya dengan jelas dinyatakan: Penyediaan listrik, bahan bakar minyak, air minum dan instalasi limbah pembuangan.

Annual Report 2010 pada halaman 12 tentang Bidang Usaha (Line of Business) dinyatakan: Penyediaan listrik, bahar bakar minyak, air minum dan instalasi limbah pembuangan. (Electricity, fuel, dringking water service, and sewerage system installation). Dan annual report 2011   pada halaman 16 tentang Bidang Usaha (Line of Business) dinyatakan: Penyediaan listrik, bahan bakar minyak, air minum dan instalasi limbah pembuangan. (Electricity, fuel, dringking water service, and sewerage system installation).

Celakanya pihak Tergugat I dan Tergugat II dalam jawabannya, urai Said Sutomo sejak tanggal 16 Januari 2001 menjalin kerja sama pelayanan jasa “Air Bersih Layak Minum”. Istilah itu menurut Said Sutomo sama sekali tidak dikenal dalam kamus peraturan internal perusahaan Tergugat I maupun dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi jika diukur dengan UU No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Bahkan dalam jawaban Tergugat I tegas Said Sutomo, ada pengakuan perbuatan yang disengaja dari nota jawaban halaman 13-14: “… Perjanjian Kerjasama Pelayanan Penyediaan Air Bersih layak Minum dengan menggunakan metode Reverse Osmosis Desalination diubah melalui Addendum Kedua tertanggal 5 September 2001 nomor: HK.0501/368.2/TPR-2003, sehingga obyek perjanjiannya yang berlaku adalah Penyediaan Air Bersih dengan sistem Water Treatment Plant (WTP) …”, kutip Said Sutomo menguatkan argumentasinya.

Dari beberapa argumentasi para Tergugat I, II, III, IV, V, dan VI justru dapat disimpulkan bahwa ada petunjuk kuat dugaan tindakan Perbuatan Melawa Hukum (PMH) tidak hanya dari sisi keperdataan saja tapi juga patut diduga kuat telah terjadi peristiwa perbuatan kriminal terhadap perlindungan konsumen. Oleh karenanya, Ketua YLPK Jatim Said Sutomo menegaskan: “Kami tidak akan berhenti pada gugatan perdata saja tapi ini tapi juga akan melaporkan adanya dugaan tindakan pidana melalui aparat penegak hukum”, tegasnya.