Tuyul Pulsa Sedot Uang Miliaran Per Hari

1 comment 1494 views

Menteri Komunkasi dan Informatika  Tifatul Sembiring boleh saja mengharamkan pencurian pulsa. Tapi rakyat lebih membutuhkan aksi. Sebab, hampir setiap hari mereka kemalingan, pulsa disedot tanpa konfirmasi.

Memprotes pencurian alias tuyul pulsa itulah, Selasa (4/10/2011), para aktivis Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) membakar kartu perdana dari setiap operator seluler di depan gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkoinfo) di Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta.

Mereka prihatin terhadap merajalelanya pencurian pulsa oleh penyedia konten (content provider/CP) yang bekerjasama dengan pihak operator seluler, yang merugikan rakyat itu.

Aksi yang dikawal belasan aparat kepolisian itu dilakukan setelah mereka membuka posko pengaduan di atas mobil sejak, Senin (3/10). “Ada 418 warga yang mengaku pulsanya dicuri. Itu belum yang lewat telepon (50 orang), facebook (didukung 5.000-an orang), dan twitter,” ujar Triyanto, korlap aksi.

Rencananya, Lisuma akan terus mengumpulkan pengaduan warga yang menjadi korban tuyul pulsa. “Hasilnya akan kami bawa ke wilayah hukum. Bentuknya bisa ganti rugi atau class action,” tegas Triyanto dalam aksi bertajuk “Menggugat Operator Telekomunikasi Atas Pencurian Pulsa Rakyat!” itu.

Menurut Trianto, pengaduan banyak terkait soal pesan pendek kuis atau promo dan nada sambung. Dalam catatannya, pengaduan paling banyak dilakukan pelanggan operator Telkomsel, yang jumlahnya mencapai 50 persen. “Selebihnya dari Indosat, XL, dan lainnya.”

Pelanggan mengeluh karena pesan pendek promo dan kuis yang langsung memotong pulsa mereka. Padahal, pelanggan tak pernah mengikuti program itu. “Bahkan banyak dari mereka sampai datang ke gerai operator meminta agar SMS itu dihentikan,” ujar Trianto.

Sayangnya, pelanggan tidak mendapat jawaban memuaskan dari operator. Malahan, kata Trianto, pada beberapa kasus SMS tetap masuk meski pelanggan sudah UNREG berkali-kali. “Ini perampokan pulsa,” ujarnya. Menurut Trianto, pencurian pulsa melanggar UU 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam aksi di depan Kantor Kemenkominfo, Lisuma menuntut Menteri Tifatul Sembiring bersikap tegas dan meminta perangkat hukum menangkap operator pencuri pulsa dan mengganti kerugian. Lisuma sendiri akan menggugat operator yang merugikan masyarakat.

Aksi kemarin diawali dari kantor XL Kuningan Jakarta Selatan, yang kemudian dilanjutkan berturut-turut ke kantor Telkomsel di Jl Gatot Subroto, Indosat di Jl Merdeka Barat, dan Kantor Kemenkoinfo. Demo Lisuma ini akan diikuti aksi serupa di daerah lain Indonesia.

Merespons demo Lisuma, Menkominfo Tifatul Sembiring mengaku juga jadi korban tuyul pulsa. “Saya juga sering dikirimi. Apalagi kalau di luar negeri, terima saja kena Rp 5.000,” katanya kepada wartawan usai membuka Indonesia ICT Award 2011 di Jakarta kemarin.

Menurut Tifatul, pencurian pulsa haram hukumnya. Tindakan kriminal ini melanggar UU dan peraturan menteri. Karena itu, Kemenkominfo akan melakukan penertiban.

Tifatul belum tahu posko pangaduan Lisuma. Tapi, katanya, pihak Kemenkominfo sudah membuka layanan pengaduan di nomor 159. “Kalau ada orang yg dipotong pulsanya, segera hubungi 159,” tutur Tifatul yang akan memanggil 10 operator terkait masalah ini, Rabu (5/10).

Tuyul pulsa yang marak saat ini adalah layanan konten empat digit, 97**, 36**, 37**, 78**, 91**, dan lain-lain. Sekali terima SMS dari nomor-nomor ini, pulsa akan tersedot Rp 1.000 sampai Rp 2.000. Seperti diungkapkan Risatwati Kusnaningrum. “Saya dapat SMS dari nomor 9118. Saat saya buka, pulsa saya langsung kena sedot, padahal saya tidak registrasi,” ujar warga Tropodo, Sidoarjo, ini Selasa (4/10).

Sebenarnya, layanan empat digit alias SMS premium, ini fasilitas bagi para pengguna nomor operator tertentu untuk mendapatkan informasi. Isi SMS antara lain tentang berita, olahraga, dunia hiburan, ramalan zodiak, undian berhadiah, nada sambung pribadi, dan juga untuk memilih peserta favorit di televisi.

Ada dua jenis layanan berbasis SMS ini. Pertama adalah ‘SMS Pull’ yang berbasis request, jadi hanya ketika diminta maka informasi via SMS akan dikirim ke pengguna ponsel. Ini biasa digunakan untuk kuis, polling, atau information on demand.

Sedangkan jenis kedua adalah ‘SMS Push’, layanan berbasis langganan dengan cara pendaftaran lebih dulu. Biasanya dengan kata ‘REG’. Selanjutnya secara rutin penyelenggara konten akan mengirimkan SMS secara rutin ke pelanggan. Dan baru akan berhenti ketika pelanggan mengirim permohonan yang biasanya diawali dengan kata ‘UNREG’.

Tapi, belakangan, pelanggan sulit meng-UNREG, meski sudah dicoba berkali-kali. Bahkan, ada yang ketika diklik saja, sebelum konfirmasi, sudah langsung menyedot pulsa. Inilah yang membuat para pengguna seluler resah dan merasa dirampok.

Padahal, dalam Peraturan Menkominfo 1/2009 Pasal 13 Ayat 1 disebutkan bahwa penyelenggaran jasa pesan premium dilarang mengenakan biaya pendaftaran. Begitu pula dalam peraturan yang sama Pasal 18 disebutkan bahwa pengiriman jasa SMS ke banyak tujuan wajib menyediakan fasilitas bagi penerima pesan untuk menolak pengiriman pesan berikut.

Bisnis content sangat menarik. Apalagi, jumlah pelanggan seluler di Tanah Air per Juni 2010 saja sekitar 190 juta (sekitar 95 persen berbasis prabayar). Lewat bisnis konten, operator seluler dengan jumlah pelanggan paling sedikit saja bisa meraup Rp 300 juta per hari.

Tentu saja ini sangat menjanjikan bagi para pengusaha CP yang dalam kerjasama dengan operator mendapat bagian 40 persen. Itu sebabnya, jumlah CP dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada 2008 saja sudah ada sekitar 500-an CP.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, pencurian pulsa kemungkinan terjadi karena ada oknum operator selular yang sengaja membocorkan data nomor-nomor pelanggan CP. Pasalnya, antara operator selular dengan CP tidak terjadi kerja sama secara resmi. Bahkan beberapa bulan lalu tersiar kabar bocornya data 25 juta pelanggan telekomunikasi di Indonesia

“Di dunia jasa sudah lazim terjadi jual-beli data atau nomor pelanggan. Dan ini dimanfaatkan oknum-oknum. Kalau korbannya berjamaah seperti ini bukan lagi melakukan nomor acak tapi data,” ungkap Tulus.

Menurut Tulus, uang yang diraup CP lewat SMS penawaran game, ring back tone (RBT), pulsa gratis, dan lain-lain, ini fantastis. “Tahun lalu saja kami telah mengkalkulasi hitungan kasar mereka bisa mengeruk minimal Rp 2 miliar per hari. Jika ini terus berlanjut bisa jadi jumlah totalnya saat ini sudah triliunan rupiah uang atau pulsa pelanggan yang dirampok,” sebutnya.

Ironisnya, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), katanya, tidak bisa berbuat apa-apa. “Ini yang kami sesalkan. BRTI loyo, tidak menindak mereka yang jelas-jelas sudah merugikan masyarakat pengguna ponsel, padahal itu didukung UU Telekomunikasi,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan Ketua IMOCA (Indonesia Mobile and Online Content Provider Association) A Haryawirasma kepada wartawan di Jakarta, kemarin. “Kami khawatir BRTI terkontaminasi sehingga pekerjaan utamanya mengawasi berbagai pelanggaran tidak efektif,” katanya.

Menanggapi hal itu, BRTI meminta IMOCA juga ‘berkaca’. BRTI mengharapkan IMOCA membina anggotanya agar mematuhi regulasi. “Ya biarkan masyarakat menilai, dan sebelum menilai pihak lain, tanya juga apa yang sudah dilakukan (IMOCA-red) agar masyarakat tidak jadi korban,” tukas Heru Sutadi, anggota BRTI kepada detikINET.

Heru mengklaim BRTI sudah berupaya maksimal dalam mengantisipasi pencurian pulsa, namun memang belum merasa puas dengan upaya yang selama ini dilakukan. Salah satunya dengan memudahkan masyarakat melapor jika mengalami kerugian.

“Semua korban penipuan, korban sedot pulsa bisa telepon ke 159. Kami juga akan adakan pertemuan dengan stakeholder termasuk IMOCA, IMMA, YLKI, IdTUG, operator, bahkan kepolisian minggu depan. Untuk dicari solusi bersama agar rakyat tidak dirugikan,” jelas Heru.

Pengamat IT dan Telekomunikasi Herry Setiadi Wibowo mengatakan, yang paling banyak dirugikan dalam kasus pencurian pulsa adalah pelanggan prabayar, karena saat melapor tak punya bukti. “Operator harus menindak tegas para CP yang nakal, demikian halnya pemerintah juga harus memberi sanksi kepada operator yang demikian,” katanya.

Corporate Communications Manager Telkomsel Area Jawa Bali Sri Ambar Yusmeniwati mengatakan, dalam perjanjian kerjasama (PKS) antara operator dengan CP ada klausul jangan sampai merugikan pelanggan. Jika ada hal-hal yang merugikan maka itu tanggungjawab CP.

Corporate Communications Manager PT XL Axiata Tbk East Area Didit Rijadi mengaku, pihak operator sendiri agak sulit membendung arus SMS premium yang ditawarkan para CP. “Jumlahnya sangat banyak dan proses SMS blast-nya itu sudah by system. Sedangkan operator juga tidak menyimpan keseluruhan data pelanggan berikut nomor perdananya,” jelasnya.

Pihak kepolisian berharap pelanggan seluler yang dirugikan melapor ke polisi. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sofyan Syarif menyatakan, selama ini pihaknya belum menerima laporan korban pencurian pulsa ponsel.

Sementara Kepala Subdirektorat Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Wishnu Hermawan menambahkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan sejumlah operator nomor ponsel terkait kasus tuyul pulsa ”Tapi, pihak operator telepon mengatakan, mereka tidak punya peralatan atau program yang dapat mengambil pulsa dari ponsel pelanggan.”

Sumber : Surya