YLPK Jatim: Evaluasi dan Kaji Ulang Tata Laksana Aturan Distribusi Tenaga Listrik!

Bahwa Aturan Distribusi Tenaga listrik merupakan dokumen yang bersifat dinamis sehingga selalu dimutakhirkan oleh Komite Manajemen Aturan Distribusi seiring dengan perkembangan kondisi sistem distribusi dan struktur usaha perubahan kompleksitasitas sistem kelistrikan.

Kompleksitas sistem kelistrikan ini menyangkut kemungkinan adanya perselisihan antara para pemangku kepentingan yaitu antara PD (pengelola Distribusi), PSD (Pemasok Sistem Distribusi) dan Konsumen.

Bahwa Aturan Distribusi Tenaga Listrik yang diatur dalam Lembaran Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor: 04 Tahun 2009 Tanggal 20 Pebruari 2009 yang selanjutnya disebut Aturan Distribusi Tenaga Listrik adalah seperangkat peraturan, persyaratan dan standar untuk menjamin keamanan, keandalan serta pengoperasian dan pengembangan sistem distribusi yang efisien dalam memenuhi peningkatan kebutuhan tenaga listrik, maka Aturan Distribusi Tenaga Listrik disusun dengan sistematika terdiri atas:

1.      Aturan Manajemen Distribusi,

2.      Aturan Penyambungan,

3.      Aturan Operasi,

4.      Aturan Perencanaan,

5.      Aturan Setelmen, dan

6.      Aturan Pengukuran.

 

Tinjauan Normatif.

Bahwa di masing-masing Sub Aturan Distribusi Tenaga Listrik di lapangan sering terjadi perselisihan baik perselisihan dalam masalah hubungan business to business (antara PD, PSD dan Reseller) maupun dalam perselisihan masalah business to end user consumers (PD, PSD, Reseller dengan konsumen akhir) maka menurut Aturan Distribusi Tenaga Listrik dalam proses penyelesaian  perselisihan diatur sbb.:

1.      Penyelesaian Perselisihan Manajemen Distribusi didasarkan pada adanya Keputusan Final KMAD.

2.      Penyelesaian Perselisihan Penyambungan didasarkan pada pemenuhan persyaratan dan standar yang digunakan pada titik sambung.

3.      Penyelesaian Perselisihan Operasi didasarkan pada hasil pengujian dan pemeriksaan terhadap peralatan PSD dan Konsumen.

4.      Penyelesaian Perselisihan Perencanaan didasarkan pada kajian perencanaan pengembangan sistem distribusi.

5.      Penyelesian Perselisihan Setelmen didasarkan pada penyelesaian perselisihan transaksi antara lain:

a)      Perselisihan transaksi antara PSD dan PD tidak dijelaskan dalam Aturan Distribusi tentang lembaga yang memiliki kewenangan penyelesaian perselisihan.

b)      Perselisihan transaksi antara Grid dan PD diatur dalam Aturan Jaringan.

c)      Perselisihan transaksi antara PSKM dan PD melalui KMAD dan bisa dilanjutkan ke Badan Arbitrase atau Pengadilan.

d)      Perselisihan transaksi antara PD dan konsumen didasarkan pada kewajiban Konsumen harus melunasi tagihannya terlebih dahulu. Selanjutnya diadakan mediasi untuk mencari kesepakatan. Apabila tidak ada kesepakatan dapat ditempuh melalui jalur hukum.

6.      Perselisihan Pengukuran didasarkan pada hasil pemeriksaan data meter dan peralatan.

 

Bahwa dalam tinjauan umum normatif di atas maka dapat diketahui bahwa Aturan Distribusi Tenaga Listrik Lampiran Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor: 04 Tahun 2009, Tanggal 20 Pebruari 2009, terdapat proses penyelesaian perselisihan yang diskriminatif belum menempatkan semua warga Indonesia adalah sama di hadapan hukum seperti hak-hak konstitusi dalam UU 1945 dan hak-hak normatif Konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Salah satunya buktinya adalah Aturan Distribusi Tenaga Listrik masih menempatkan kasus perselisihan antara PSKM dan PD dianggap sebagai perselisihan kasus perdata. Sedangkan kasus perselisihan antara PD dan Konsumen masuk dalam ranah perselisihan kasus pidana. Akibatnya persepsi Konsumen terhadap petugas PD yang datang ke lokasi Konsumen selalu ditanggapi negatif.

 

Tinjauan Aplikasi Teknis Aturan Distribusi Tenaga Listrik.

1. Bahwa dalam Aturan Distribusi Tenaga Listrik BAB IV Aturan Penyambungan (Connection Code-CC) pada CC 1.0 Tujuan dari Aturan Penyambungan pada huruf c. menjamin bahwa PSD, Konsumen dan PD memiliki acuan yang sama dalam proses penyambungan, maka seyogyanya KMAD melakukan sosialisasi secara intens terhadap para calon konsumen tenaga listrik yang terdata dalam daftar tunggu agar persyaratan teknik sistem distribusi antara PD, PSD dan Konsumen dalam proses penyambungan dapat dipastikan telah memenuhi semua persyaratan teknik sistem distribusi.

2. Bahwa maraknya kasus kebakaran karena arus pendek dan lainnya belakangan ini terutama di fasilitas-fasilitas publik dan perkampungan padat penduduk membuktikan bahwa Aturan Distribusi Tenaga Listrik BAB IV CC 6.1 Inspeksi Titik Sambung belum maksimal dalam aplikasinya secara berkala, akurat dan benar tentang hasil inspeksi dan evaluasi pada titik sambung agar dapat dipastikan bahwa operasional sistem distribusinya aman. Karenanya dalam menjaga kepastian keamanan operasional sistem distribusi listrik di fasilitas-fasilitas publik dan pemukiman padat penduduk yang berisiko tinggi maka beban biaya inspeksi dan evaluasi secara berkala perlu diatur dalam Aturan Distribusi Tenaga Listrik agar dilakukan secara rutin dan maksimal guna menjaga keamanan distribusi tenaga listrik di konsumen.

3.      Bahwa Aturan Distribusi Tenaga Listrik BAB V Aturan Operasi (Operating Code-OC) pada OC 5.2 Pernyataan Keadaan Darurat Distribusi, PD akan menyatakan keadaan darurat apabila terjadi kondisi keadaan darurat paling lambat 1×24 jam setelah terjadi keadaan darurat, adalah penetapan tenggang waktu yang tidak relevan lagi di era globalisasi saat ini yang tersedia berbagai macam media komunikasi yang dalam waktu sekejap dapat diterima oleh berbagai macam pihak. Maka sebaiknya dalam Aturan Distribusi Tenaga Listrik mengatur SOP: Pernyataan darurat wajib disampaikan kepada publik, PSD dan Konsumen dalam waktu dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya! Jika tidak, maka sangat kontra produktif jika dibandingkan dengan Aturan Distribusi OC 6.0 tentang Prosedur Pemulihan yang menyatakan: ….pemulihan agar dapat dilakukan dengan cepat dan aman.

4.      Bahwa Aturan Distribusi Tenaga Listrik BAB VI Aturan Perencanaan (Planning Code-PC) pada PC 2.0 Tanggung Jawab Para Pihak huruf b. PSD dan Konsumen harus bekerja sama dengan PD dalam memnuhi kebutuhan data untuk kepentingan rencana pengembangan sistem distribusi demi terwujudnya kinerja operasi distribusi yang diharapkan, maka perlu diatur dalam SOP tentang peran serta Konsumen agar di lapangan tidak ada kesenjangan penerimaan dan pemahaman informasi tentang rencana pengembangan sistem distribusi.

5. Bahwa Aturan Distribusi Tenaga Listrik BAB VII (Settlement Code-SC) pada SC 2.0 huruf c. PD wajib mengumumkan tingkat mutu keandalan sistem distribusi yang meliputi rata-rata jumlah pemadaman listrik yang dirasakan per pelanggan dan rata-rata lama penyelesaian pemadaman listrik, maka perlu dilakukan survey konsumen listrik tentang tingkat kepuasan, harapan dan willingness to pay (kesediaan membayar) dan ability to pay (kemampuan membayar) konsumen tenaga listrik agar setiap ada isu kenaikan tariff dasar listrik sudah terukur tingkat keandalan distribusi tenaga listrik dengan tingkat kesediaan dan kemampuan membayar konsumen tenaga listrik.

6. Bahwa Aturan Distribusi Tenaga Listrik BAB VII (Settlement Code-SC) pada SC 3.2.1 Biaya yang dibebankan ke Konsumen, bahwa dalam mengelola sistem distribusi PD dapat membebankan kepada Konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka perlu diadakan sosialisasi tentang kepastian harga/tariff beban biaya yang dibebankan kepada Konsumen agar tidak ada persepsi negatif terhadap manajemen PD, PSD, Reseller dan para petugas di lapangan.

7. Bahwa Aturan Distribusi Tenaga Listrik BAB VII (Settlement Code-SC) pada SC 4.2 Penyelesaian perselisihan transaksi antara PD dan Konsumen diatur bahwa apabila terjadi perselisihan transaksi, maka rekening yang terbit harus dilunasi terlebih dahulu oleh Konsumen. Selanjutnya diharapkan dapat dicapai kesepakatan kedua belah pihak. Apabila tidak dicapai kesepakatan dapat ditempuh melalui jalur hukum. Dalam kasus perselisihan ini perlu diatur proses penyelesaian jalur hukum di luar pengadilan yaitu Badan Penyelesaian Sengkata Konsumen (BPSK) di kota/kabupaten terdekat. Oleh karenanya KMAD perlu mengadakan koordinasi dengan BPSK di kota/kabupaten yang sudah dibentuk. Manakala terbukti konsumen yang salah dan tidak bersedia membayar tagihan yang harus dibayar maka bisa dilakukan upaya tindakan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Demikian untuk sementara hal-hal yang menjadi usulan dari YLPK Jatim kepada Komite Manajemen Distribusi (KMAD) Tenaga Listrik agar mengevaluasi terhadap Aturan Distribusi Tenaga Listrik seperti tertuang dalam Lampiran Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 04 Tahun 2009 Tanggal 20 Pebruari 2009 dan mengkaji ulang tata laksananya di lapangan. Usulan ini penting disampaikan agar pelaksanaan Aturan Distribusi Tenaga Listrik di lapangan lebih aplikatif. Dan dalam Pelayanan dan penyelesaian perselisihan antara PD dalam hal ini adalah PT. PLN dengan masyarakat konsumen akhir tidak diskriminatif.

 

Surabaya, 21 April 2009.

Yayasan Lembaga Perlindungan konsumen (YLPK)

Jawa Timur