YLPK Jatim Menyoal Jaminan Pemerintah Terhadap Konsumen pasca Divaksin

Vaksinasi Covid-19 secara nasional hari ini, Rabu (13/1/2021) resmi dimulai. Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama di Indonesia yang mendapat suntikan vaksin CoronaVac buatan Sinovac.

Bahkan telah mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) maupun sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Namun alih-alih hal itu, Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim menyoroti vaksin buatan China tersebut akan kemujarabannya dan pertanggung jawaban negara terhadap produsen vaksin covid-19 jika terjadi kerugian terhadap konsumen/masyarakat.

“NKRI (Negara Konsumen Republik Indonesia) yang terbaik di dunia manapun!.Bayangkan NKRI sbg negara konsumen vaksin covid-19 made in sinovac China, MUI menjamin kesucian dan kehalalan dan kemujarabannya menyembuhkan dari infeksi covid-19,” kata Ketua YLPK Jatim, Muhammad Said Sutomo ketika dihubungi, Rabu (13/1/2021).

Menurut Said, Undang-undang/UU No. 8/1999 tentang perlindungan konsumen memewajibkan produsen obat/vaksin yang menjamin memiliki sertifikat halal dan/atau sertifikat jaminan kemanjurannnya.

Said juga menyebutkan, bahwa di dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 yang baru ditandatangani Presiden Joko Widodo mewajibkan produsen barang dan/atau jasa memiliki sertifikat jaminan keamanan dan keselamatan produk barang dan/atau sebelum dipasarkan / diperdagangkan kepada konsumennnya.

“Ini contoh seperti kejadian kecelakaan penumpang pesawat yang kemudian minta kompensasi kerugian ke produsen Boeing pesawat. Lah ini jaminannya apa kalau konsumen/masyarakat nanti dirugikan dari vaksin itu,” beber Said yang juga Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) itu.

Ia juga menegaskan, konsumen itu memiliki hak bebas memilih divaksin atau menolak kalau keadaannya sehat, dan tidak manfaatnya divaksin.”Kebebasan konsumen dilindungi oleh Undang-undang,” pungkas Said.

Seperti diketahui, vaksin Covid-19 buatan Sinovac China sebelumnya telah diuji klinis oleh Tim Unpad (Universitas Padjajaran). Hingga izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) maupun sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk didistribusikan secara massal.

Sumber : Media Merah Putih