YLPK Jatim Nilai Tak Tepat karena Bukan Pelayanan Bisnis

ilustrasi

ilustrasi

Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPKI) Jatim menilai kenaikan pengurusan STNK dan BPKP yang akan berlaku 6 Januari belum tepat. Sebab STNK dan SIM bukan produk jasa komersial, tetapi pelayanan publik yang harus disediakan birokrasi.
Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim Muhammad Said Sutomo mengatakan inflasi tidak cocok dijadikan alasan di balik keputusan pemerintah menaikkan tarif sejumlah produk pelayanan di kepolisian.
“Alasan inflasi untuk menaikkan tarif sebagaimana alasan Menteri Keuangan (Menkeu) tidak layak dijadikan dasar. Karena pelayanan STNK termasuk pelayanan publik bukan pelayanan bisnis,”  katanya saat kepada Harian Bhirawa, Rabu (4/1) kemarin.
Untuk diketahui lewat Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, pemerintah menaikkan tarif pembuatan dokumen penting di kepolisian, seperti Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan sejenisnya. Kenaikan beravariasi hingga ada yang mencapai 300%.
Peraturan tersebut, di antaranya mencakup penambahan atau kenaikan tarif untuk pengesahan STNK, penerbitan nomor registrasi kendaraan bermotor pilihan, dan surat izin serta STNK lintas batas negara. Untuk kendaraan roda dua dari Rp 50 ribu menjadi Rp 100 ribu, sementara untuk roda empat dari Rp 75 ribu menjadi Rp 200 ribu.
Kenaikan tarif juga berlaku untuk penerbitan BPKB baru dan ganti kepemilikan (mutasi). Besaran tarifnya, untuk kendaraan roda dua dan tiga dari Rp 80 ribu menjadi Rp 225 ribu, serta kendaraan roda empat dari Rp 100 ribu menjadi Rp 375 ribu.
Kalau memang inflasi, menurut Said, yang jadi penyebab inflasi harus jelas. Jika tidak ia menilai kenaikan tersebut mengarah pada kebohongan publik.
“Kalau alasannya inflasi, inflasi dari mana? siapa dan apa yang jadi penyebab inflasi? Apa hubungan inflasi dengan pelayanan publik pajak STNK kendaraan bermotor dan pengadaan BPKB-nya? kan tidak ada hubungannya sama sekali,” katanya.
Said menambahkan, kenaikan tarif tersebut kurang relevan tanpa proses reformasi di sisi pelayanannya. Sebab, sampai detik ini, proses pelayanan penerbitan STNK dan BPKB masih sering dikeluhkan publik karena waktunya yang lama. Bahkan, alasan stok blangko kosong masih kerap terjadi, sehingga diharapkan harus ada jaminan untuk meningkatkan pelayanan ke depannya.
Menurut dia, publik bisa mempermasalahkannya tentang alasan kenaikan ini berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pihaknya bisa berperan aktif jika ada pengaduan masyarakat terlebih dahulu.
Ketua Ombudsman Perwakilan Jawa Timur Agus Widyarta menjelaskan hingga kini belum ada aduan masyarakat terkait adanya kebijakan kenaikan biaya pengurusan STNK yang masuk ke Ombudsman.  “Sampai sekarang (kemarin, red) masih belum ada pengaduan masyarakat yang masuk ke kami karena kebijakan memang baru akan diberlakukan mulai 6 Januari, ” ujarnya.

Sesuai Audit BPK

Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian mengatakan alasan penetapan tarif baru pembuatan dan pengurusan STNK serta BPKB ?karena adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.
“Kenaikan ini bukan karena Polri. Kenaikan ini, pertama temuan BPK karena dianggap harga material sudah naik, material itu untuk STNK dan BPKB lima tahun lalu. Kemudian Banggar DPR menemukan ini perlu dinaikkan karena Indonesia termasuk terendah di dunia, sehingga perlu dinaikkan,” kata Tito di Mabes Polri Jakarta Selatan, Rabu (4/1).
Dijelaskan Tito, peningkatan PNBP yang akan diperoleh Polri dari penetapan tarif baru tersebut akan dipergunakan untuk meningkatkan sistem pelayanan masyarakat berbasis daring atau online.
“Untuk memperbaiki, nanti mengenai teknik pengujian assessment yang lebih baik menggunakan digital, ada kemampuan penguji kualitas harus ditingkatkan. Jadi kenaikan ini bukan hanya untuk kepentingan penghasilan negara, tapi juga untuk perbaikan pelayanan kualitas mutu dari SIM, STNK dan BPKB,” tutupnya.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan kenaikan tarif pengesahan STNK dilakukan untuk memperbaiki pelayanan surat perizinan yang dilakukan Polri kepada masyarakat.
“PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dalam hal ini adalah tarif yang ditarik oleh kementerian lembaga dan harus mencerminkan jasa yang diberikan. Jadi, dia harus menggambarkan pemerintah yang lebih efisien, baik, terbuka, dan kredibel,” kata Sri Mulyani di Jakarta.
Dia mengatakan, kenaikan tarif PNBP ini merupakan kewajaran karena terakhir kali tarif tersebut mengalami penyesuaian pada 2010 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini yang dinamis. “Tarifnya sejak 2010 tidak pernah di-update. Ini sudah tujuh tahun. Jadi, untuk tarif PNBP di kementerian lembaga memang harus disesuaikan, karena faktor inflasi maupun untuk jasa pelayanan yang lebih baik,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Sri, dengan adanya kenaikan tarif PNBP tersebut maka masyarakat bisa lebih percaya terhadap jasa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dan jumlah pungutan tidak resmi dapat ditekan.

Sumber : Bhirawa