YLPK : Kenaikan Tarif Parkir di Surabaya Bermasalah

ilustrasi parkir

ilustrasi parkir

Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) menilai kenaikan tarif atau retribusi parkir tepi jalan umum yang dilaksanakan Dinas Perhubungan Kota Surabaya bermasalah karena selain landasan hukumnya kurang kuat, juga sarana dan prasarana tidak disiapkan dengan baik.

“Dinas Perhubungan tidak siap menerapkan tarif parkir baru sehingga apa yang dilakukan terlalu dipaksakan,” kata Ketua YLPK Jatim M. Said Sutomo kepada wartawan di Surabaya, Kamis.

Terbukti, lanjut dia, meski tarifnya sudah naik, namun tiket atau karcis yang dipakai adalah karcis lama. Bahkan pada tiket karcis lama tertera Rp500 untuk sepeda motor itu ditambahi stempel tarif baru dengan nominal Rp1.000, tiket mobil Rp1.500 ditambahi stempel tarif baru Rp3.000. Sehingga satu tiket dengan dua tarif yang berbeda.

Seharusnya, lanjut dia, tiket yang digunakan adalah yang baru dengan tarif yang baru. “Di situ juga tertera landasan hukumnya yang baru. Sebab, karcis lama tentu landasan hukumnya beda dengan tarif baru,” katanya.

Jika Dinas Perhubungan beralasan karena masih ada sisa karcis lama, Said mengatakan itu terlalu mengada-ada. Karcis lama harus dibuang diganti dengan karcis baru karena nilai dan landasan hukumnya berbeda.

Ia menambahkan yang namanya kenaikan tarif parkir, harus persetujuan DPRD karena melibatkan masyarakat umum. Maka dasar hukum yang dipakai adalah perda karena dengan penggunaan perwali jelas tidak sesuai. Sebab, lanjut dia, yang mengelola parkir adalah dinas terkait, bukan perusahaan daerah yang bisa menaikan tiket parkir cukup meminta persetujuan komisaris atau wali kota.

Kenaikan parkir juga harus diimbangi dengan perlindungan terhadap konsumen. Artinya, kendaraan yang diparkir tersebut harus diasuransikan. Maka ketika terjadi sesuatu seperti kehilangan, pemilik kendaraan akan mendapatkam ganti rugi.

“Dengan tidak ada asuransi, jelas telah terjadi pelanggaran UU perlindungan konsumen,” katanya.

Kalau Dinas Perhubungan beralasan merugi karena pihaknya harus membayar premi banyak ke pihak asuransi dengan pertimbangan kendaraan yang hilang sedikit, lanjut dia, pihaknya menilai kebijakan dishub keterlaluan.

“Uang yang dipakai bayar asuransi adalah uang pemilik kendaraan. Jadi dinas perhubungan sama sekali tidak rugi. Kalau mau untung diasuransi, ya bikin saja perusahaan asuransi,” katanya.

Mengacu kondisi di lapangan, pihaknya meminta agar kenaikan retribusi parkir ditunda dulu. Pemkot Surabaya atau dinas perhubungan harus menyiapkan segala sesuatu untuk mendukung dan kelancaran kenaikan tarif tersebut.

“Pemkot ini adalah institusi dan bukan paguyuban, sehingga segala sesuatunya harus memiliki dasar yang kuat,” katanya.

Perubahan tarif retribusi parkir mengacu sendiri pada Perwali Nomor 36 tahun 2015 tentang Perubahan Tarif Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Perwali Nomor 37 tahun 2015 tentang Perubahan Tarif Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP).

Plt Kepala Dishub Kota Surabaya, Irvan Wahyu Drajat mengaku, perubahan tarif parkir ini sudah sesuai dengan Perda Nomor 8 tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di TJU dan Perda Nomor 9 tahun 2012 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir (TKP). Dalam regulasi ini disebutkan bahwa, harus ada evaluasi tarif parkir yang itu dilakukan tiap tiga tahun sekali.

“Ada beberapa hal yang mendasari sehingga perubahan tarif parkir dilakukan, di antaranya kemampuan masyarakat, biaya operasional dan indeks perekonomian semakin tinggi, juga efektivitas pengendalian kendaraan,” katanya. (*)

Sumber : Antara Jatim