YLPK Minta BPS Hapus Komponen Cabai Rawit

No comment 837 views

cabe_merahSurabaya – Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur meminta Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim menghapus komponen cabai rawit dalam penghitungan analisa indeks harga konsumen/IHK (inflasi).

“Sampai sekarang, kebutuhan cabai rawit di kalangan rumah tangga dan pelaku usaha restoran tidak signifikan,” kata Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, M. Said Sutomo di Surabaya, Rabu.

Untuk itu, jelas dia, komponen penghitungan data inflasi atau deflasi di Jatim bisa meniadakan pergerakan harga cabai rawit di provinsi ini. “BPS perlu mengatur ulang sistem analisanya karena cabai bukan kebutuhan pokok masyarakat,” ujarnya.

Bahkan, ungkap dia, jumlah masyarakat yang rutin mengonsumsi komoditas tersebut dari keseluruhan struktur makanan yang dimakannya hanya beberapa persen.

“Kecuali, ketika kebutuhan cabai pasar Jatim mencapai 10 persen dari total asupan makanannya maka komponen cabai bisa dimasukkan untuk menganalisa data inflasi,” katanya.

Sementara itu, ia menyebutkan, saat ini tingkat kebutuhan cabai masyarakat Jatim baik rawit maupun jenis lain tidak signifikan. Bahkan, pencapaiannya di bawah nol persen.

“Jika dikaitkan dengan kebutuhan industri, BPS sah saja ketika menghitung angka inflasi melalui komponen cabai,” ucapnya.

Ia menilai, saat ini industri olahan juga menjadi korban kenaikan harga cabai rawit akibat anomali cuaca. Apalagi, permintaannya terhadap cabai rawit besar sedangkan ketersediaannya di pasar menipis.

“Selain itu, kini harga cabai di pasar Surabaya terutama cabai rawit meningkat signifikan atau pernah mencapai Rp100.000,00 perkilogram,” ujarnya.

Padahal, ia mengaku, harga di tingkat petani di sejumlah daerah antara Rp20.000,00 perkilogram – Rp40.000,00 perkilogram.

“Terkait perlu tidaknya tata niaga cabai rawit oleh pemerintah, kami rasa sekarang belum penting di Indonesia,” katanya.

Penyebabnya, lanjut dia, kenaikan harga cabai rawit di Tanah Air sifatnya musiman. Namun, perlu disikapi dengan pola tanam cabai rawit yang baik, sehingga ketika anomali cuaca persediaan di pasar tetap ada.

“Untuk itu, kami harap masyarakat pecinta cabai rawit agar terbiasa makan tanpa komoditas itu. Toh, makan tidak ada cabai tetap bisa hidup normal,” katanya, menegaskan.

Sumber : antara