Maraknya perusahaan yang menawarkan kredit secara online mengakibatkan banyaknya pengaduan pada Yayasan Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI). Disinyalir kerdit online telah banyak merugikan konsumen. Selain melanggar UU ITE, Otoritas Jasa Keuangan juga harus secara ketat mengawasi pinjaman online tersebut.
Masyarakat semakin gandrung dengan fenomena digital ekonomi. Salah satu indikator fenomena digital ekonomi adalah produk di bidang finansial teknologi, yang akhir-akhir ini cukup marak, disampaikan ketua YLKI Tulus Abadi pada jurnalberita.id, Senin (2/7).
“Sayangnya hal ini tidak disertai dengan pengawasan yang ketat, dan informasi yang utuh pada konsumen. Akibatnya, justru konsumen yang banyak menjadi korban. Maraknya pengaduan konsumen dalam hal ini, menjadi bukti nyata,” beber Tulus.
Lanjut Tulus, sejak Januari 2018, hingga sekarang, YLKI maupun YLPK Jatim telah menerima lebih dari 50 pengaduan kredit online. “Kebanyakan dari keluhan yang disampaikan adalah dari mulai dari cara menagih, hingga sistem perhitungan bunga dan denda yang tidak jelas,” terangnya.
Bentuk penagihan yang sering dilakukan adalah dengan cara mengancam hingga menagih lewat orang yang nomor handponnya ada di daftar kontak di seluler milik konsumen, sambung Tulus
Ironisnya kata Tulus, berdasar pengamatan YLKI & YLPK Jatim via website Otoritas Jasa Keuangan (OJK) banyak pelaku usaha di bidang kredit online yang diadukan oleh konsumen ke YLKI maupun YLPK Jatim, adalah tidak terdaftar di OJK.
“Karena tidak berizin, sangat berisiko bagi konsumen karena merupakan transaksi yang ilegal,” tegas Tulus.
Dia menambahkan, jika pemberi pinjaman online tidak terdaftar di OJK maka ia tidak dinaungi oleh OJK dan aturan terkait pinjam meminjam secara online tersebut. Karena dalam aturan OJK setidaknya ada sisi perlindungan konsumen yang detail mengatur pinjam meminjam secara online, baik dari segi pendirian perusahaannya, Prosedur pendaftaran, Perizinan, Penyaluran pinjaman hingga aturan terkait cara penagihan.
“Namun, jika pemberi pinjaman yang sudah terdaftar di OJK dan tetap melanggar/merugikan konsumen, YLKI & YLPK Jatim mendesak OJK agar OJK secara tegas untuk menolak hingga membatalkan proses perizinannya,” pintah Tulus.
Maraknya cara penagihan kredit online yang dilakukan dengan menghubungi nomor kontak yang ada di handphone konsumen sebagai penerima pinjaman, adalah tindakan yang tidak pantas dan diduga kuat menyalahgunakan data pribadi (UU ITE ps. 26).
Sementara ketua YLPK Jatim, M Said Utomo menilai, bahwa bisnis yang dijalankan oleh Perusahaan Kredit Online sangatlah berisiko, dengan hanya sistem validasi online ditambah konsultasi dengan pihak ahli tanpa melihat kondisi pada Sistem Informasi Debitur pada Bank Indonesia. Dan tanpa melihat kondisi riil di lapangan.
“Oleh karenanya perlu cara khusus untuk menghindari tingginya kasus gagal bayar atas pinjaman yang diberikan, seperti merujuk cara menagih yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP,” papar Said pada media ini.
Atas masalah ini ungkap Said, YLKI dan YLPK Jatim meminta OJK, Kominfo maupun Bareskrim Mabes POLRI untuk segera mengantisipasi hal ini agar tidak baƱyak konsumen yang menjadi korban.
“Pihak tetkait hendaknya juga bertindak tegas pada penyelenggara yang menyalahgunakan data pribadi konsumen. OJK seharusnya melakukan edukasi kepada konsumen terkait prinsip kehati-hatian pada data pribadinya,” tukas Said.
Dihimbau pada halayak ramai masyarakat Indonesia bila anda merasa dirugikan oleh pihak pekinjam online dapatnya mengadu ke YLKI bagian pengaduan via +628999975763 (Abdul Basith) atau ke Mukharrom Hadi Kusumo, Bagian Pengaduan YLPK Jatim via 081 333 424242 / via www.ylpkjatim.or.id 2. Akses informasi dan pengaduan ke YLKI via: www.pelayanan.ylki.or.id, pungkas Said.
Sumber : Jurnal Berita