Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Jawa Timur memperkirakan jumlah pengaduan konsumen soal perumahan akan meningkat sepanjang tahun 2013. Ketua YLPK Jawa Timur, Said Sutomo, menuturkan peningkatan sengketa perumahan ini terjadi karena belum ada regulasi tegas mengenai bisnis sektor properti tersebut.
Dari catatan YLPK Jatim, ada tiga modus yang jamak dalam sengketa perumahan. Pertama, area fasilitas umum dijual oleh pengembang untuk tujuan komersial; kedua, pengembang ingkar janji ihwal pembangunan unit rumah, meski uang muka telah masuk sesuai yang disyaratkan; ketiga, pengembang mempersulit konsumen yang mengambil sertifikat unit rumah setelah cicilan lunas. “Banyak developer nakal, sertifikat rumah milik konsumen digadaikan untuk mencari dana segar,” kata Said kepada Tempo, Jumat, 15 Februari 2013.
Tahun lalu, katanya, jenis pengaduan perumahaan yang masuk YLPK Jatim sebanyak 19 kasus. Di luar laporan resmi tersebut, ia meyakini konflik perumahan lebih banyak lagi. Pengaduan perumahan menduduki peringkat keempat setelah jenis pengaduan PDAM sebanyak 221 kasus, transportasi 105 kasus, dan kredit kendaraan 27 kasus. Tapi, pengaduan soal PDAM dan transportasi bersifat temporer.
Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengembang Perumahaan Seluruh Indonesia Jawa Timur, Tri Harsono, tak menampik soal maraknya sengketa perumahaan. Tri mengatakan, kasus ini disebabkan pengembang pemula yang belum menguasai bisnis di sektor properti. Pihaknya menyarankan konsumen untuk teliti sebelum membeli rumah, dari sertifikat, IMB, SIUP pengembang, dan bank yang ditunjuk. “Konsumen biasanya enggak mau yang ribet. Kalau pengembang itu nakal, dilaporkan saja ke polisi,” kata Tri.
Sumber : Tempo