Kecelakaan maut di bahu jalan tol terus berulang. Rasanya, belum hilang ingatan tragedi kendaraan TNI-AL yang menabrak truk dan menewaskan enam anggota pada Oktober lalu. Ternyata, data kejadian kecelakaan itu bertambah lagi.
Selama bulan ini saja, setidaknya sudah ada dua kejadian yang menyebabkan nyawa melayang. Awal bulan lalu (1/11), kecelakaan beruntun terjadi di Km 0.800 tol arah Satelit-Perak. Seorang korban juga tewas mengenaskan di lokasi. Dan, Jumat lalu (14/11), seorang ibu muda tewas setelah Toyota Fortuner yang dikendarai menabrak truk yang sedang parkir di bahu jalan.
Fakta itu pun memancing reaksi Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim. Konsumen yang mengeluarkan ongkos setiap melewati jalan berbayar tersebut semestinya mendapat nilai tambah. Yakni, kecepatan, keamanan, maupun keselamatan.
Faktanya, jalur berbayar itu kini seolah berubah menjadi momok. Banyak truk yang melanggar. Mulai laju bak keong hingga parkir asal-asalan di bahu jalan. Selain itu, truk seenaknya melintas lambat bukan di jalur kiri tetapi di jalur kanan.
Ketua YLPK Jatim Said Sutomo menilai, kondisi bahu jalan tol untuk kondisi darurat pun rata-rata sudah tidak aman. ”Tinggi antara bibir bahu jalan dan tanah selisih 5-10 sentimeter bisa bikin kendaraan nyosop (tersungkur),” ujarnya kemarin.
Meski bahu jalan hanya untuk kondisi darurat, semestinya tidak ada toleransi bagi pengguna jalan untuk menyalip dari lajur paling kiri itu. Namun, berbagai pelanggaran seolah sudah biasa terjadi. Yang membuat prihatin, pengawasan dan penindakan atas pelanggaran tersebut terbilang minim.
Di ruas jalan tol yang dioperasikan PT Jasa Marga Surabaya-Gempol (Surgem), misalnya. Operator maupun penegak hukum di jalan oleh Satuan Patroli Jalan Raya Direktorat Polda Jatim terkesan lembek. Mereka terbilang aktif saat mendapat banyak sorotan. Setelah itu sepi lagi. ”SPM (standar pelayanan minimum) jalan tol terkesan dilanggar sendiri,” ujarnya mengkritik.
Lalu-lalang kendaraan patroli operator maupun PJR setiap 30 menit per siklus pengamatan belum sepenuhnya dijalankan secara konsisten. Akibatnya, pelanggaran di jalur berbayar tersebut seolah menjadi pemandangan biasa. Kalau tidak ada tindakan dan ketegasan, korban-korban lain dipastikan terus susul-menyusul.
Selain itu, lanjut Said, SPM tentang Jalan Tol Nomor 392/PRT/M/2005 termasuk sudah tertinggal. Dengan selisih hampir 10 tahun, SPM jalan tol yang mencakup observasi patroli operator maupun PJR dalam menangani hambatan lalu lintas seharusnya direvisi. ”PJR masih sebatas mengamankan lalu lintas pejabat. Kendaraan PMK (pemadam kebakaran) dan ambulans justru belum mendapat pengawalan,” imbuhnya.
Dihubungi secara terpisah, Deputy General Manager of Traffic Management Jasa Marga Surgem Suyitno menegaskan bahwa jajarannya sudah meningkatkan program penertiban. ”Yang sudah kami laksanakan (penindakan bersama aparat gabungan) akan lebih kami intenskan,” tegasnya.
Penilangan kendaraan setelah masa sosialisasi dan operasi simpatik berlangsung sejak Agustus hingga pertengahan Oktober lalu. Dari penindakan itu, tren pelanggaran menurun. Bentuk pelanggaran, antara lain, kelengkapan surat, kecepatan di bawah 60 kilometer per jam, dan melintasi bahu darurat.
Yitno memastikan, perusahaan pelat merah itu sudah menambah jumlah rambu lalu lintas. Khususnya rambu larangan mendahului dari bahu jalan. ”Jumlahnya sedang kami cek,” ujarnya.
sumber: jawapos 16/11/2014