Bisnis Online Ancam Eksistensi Gerai Retail Kakap

ilustrasi

Giant Supermarket yang beroperasi di bawah bendera PT Hero Supermarket Tbk, telah mengumumkan bakal menutup enam gerai mereka di Surabaya. Menurut manajemen, penutupan tersebut dilakukan karena alasan efisiensi. Sementara itu, sejumlah pengamat ekonomi menyebut, tutupnya gerai retail raksasa itu akibat dari persaingan usaha yang kian ketat. Benarkah demikian?

Lalu, bagaimana dengan Kota Surabaya sendiri? Berdasarkan catatan Surabaya Pagi, setidaknya hingga saat ini terdapat 13 gerai Giant yang tersebar dan beroperasi di Kota Surabaya. Sebelumnya, terdapat 14 gerai Giant di Kota Pahlawan. Namun, Giant Ekstra yang terletak di Jalan Diponegoro, gulung tikar pada akhir bulan April lalu.

Berdasarkan pantauan Surabaya Pagi, kondisi eks-Giant Ekstra Diponegoro layaknya bangunan mangkrak, kusam dan kumuh. Selain pintu pagar yang tertutup rapat, terdapat puluhan kereta belanja dorong (trolley) di parkiran lantai dasar sebelah utara yang tak terpakai.

Seperti yang sudah diketahui bersama, Giant Ekstra Diponegoro berhenti beroperasi sekitar akhir bulan April lalu. Ketika itu, Giant Ekstra Diponegoro menggelar promo besar-besaran dengan diskon untuk berbagai macam produk hingga 70 persen.

Tutupnya gerai Giant Ekstra Diponegoro disayangkan banyak pihak. Pasalnya, Giant satu ini merupakan salah satu alternatif berbelanja warga Kota Surabaya, khususnya yang berada di Kecamatan Sawahan.

“Sayang tutup, padahal sering ada promo, produk-produknya juga lengkap,” cetus Anggi, salah seorang pekerja swasta yang dibincangi Surabaya Pagi di Jalan Ronggowarsito, Rabu (26/6/2019).

Selain warga kota, para ekspedagang Giant Ekstra Diponegoro juga menyayangkan tutupnya salah satu gerai retail terbesar di Kota Pahlawan ini. Padahal, menurut mereka Giant Ekstra Diponegoro ini cukup ramai pengunjung. Bahkan, Giant Ekstra Diponegoro ini diketahui sebagai regional office Giant se-Surabaya.

“Eman wes tutup, padahal ramai. Gak tau kenapa kok tutup. Saya sekarang pindah ke Pasar Turi Baru,” ungkap Vika Choirianti, pedagang kerajinan tangan dan cinderamata pernikahan.

Tutupnya enam gerai Giant di Jakarta ini sejatinya menjadi bencana bagi para konsumen. Pasalnya, mereka kehilangan alternatif pilihan belanja dan efek kompetisi harga dan servis sebagai imbas dari persaingan antarperusahaan retail.

Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur Muhammad Said Utomo, menilai justru yang paling merugi dari tutupnya gerai retail adalah konsumen. Pasalnya, semakin sedikit pasar, maka semakin mahal pula produk yang dijual. Sebaliknya, semakin banyak penawaran, maka semakin kompetitifnya harga.

“Yang paling rugi ya konsumen,” cetus Said Utomo, “kalau gak ada kompetisi, konsumen tidak punya banyak alternatif.”

Menurut Said Utomo, jatuhnya perusahaan retail kakap seperti Giant ini adalah korban dari pesatnya pertumbuhan bisnis online. Pasalnya, bisnis online memberi banyak kemudahan pelayanan dan transaksi kepada konsumen. Pembeli, sambung Said Utomo, tidak perlu datang ke toko. Produk yang dibeli pun bisa diantar.

Selain itu, tumbuhnya bisnis online ini juga karena tidak perlu menggaji karyawan, membayar sewa stan dan tanpa kena pungutan PPn seperti perdagangan konvensional. Dengan sederet keuntungan dan kemudahan tersebut, bisnis online benar-benar menjadi momok bagi usaha konvensional yang mengandalkan tatap muka.

Dalam PP No. 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, pelaku bisnis online tidak diwajibkan mendaftarkan usahanya. Oleh sebab itu, tambah Said Utomo, negara pun akan hilang peranan dan eksistensi jika tidak mengubah paradigmanya tentang bisnis online. Pasalnya, pemerintah kehilangan pendapatan dari pajak transaksi perdagangan barang dan atau jasa.

“Yang paling rugi karena bisnis online ini ya pemerintah karena tidak bayar pajak. Dalam aturannya, bisnis online tidak wajib daftar, jadi ya gak bisa dikenai pajak,” ungkap Said Utomo.

Sementara itu, selain Giant, sejumlah gerai retail raksasa juga turut bertumbangan, seperti Matahari dan Seven Eleven. Bahkan, setiap tahun diketahui ada saja jaringan pertokoan retail yang berhenti beroperasi. Sebagian pengamat ekonomi dan bisnis menilai, tutupnya gerai-gerai retail kakap tersebut karena tidak mampu mengidentifikasi perilaku pasar.

Terkait hal ini, ekonom Universitas Airlangga Prof Tjiptohadi Sawarjuwono mengatakan, tumbuhnya gerai-gerai retail anyar benar-benar mengancam eksistensi pemain lama. Mereka yang baru datang ini mampu membidik segmen pasar yang tengah aktif yaitu kaum millenial.

“Dengan pelayanan yang lebih mutakhir, gerai-gerai minimarket juga memberi kemudahan jangkauan. Masak mau beli korek api aja ke toko retail besar?”

 

Sumber : Surabaya Pagi