Kebijkan pembatasan pelayanan penjualan BBM bersubsidi di SPBU-SPBU pada jam 06.00-18.00 dinilai oleh Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK), M. said Sutomo merupakan bentuk kebijakan yang tidak cerdas.
Karena kebijakan tersebut dilihat dari konsepsi dan aplikasinya menurutnya bertentangan dengan UU No. 25/2008 Tentang Pelayanan Publik. Apalagi larangan penjualan BBM bersubsidi di res area Tol oleh BPH Migas dinilai oleh Said Soetomo, akan menyulitkan masyarakat konsumen terhadap kebutuhan suplay BBM.
Sebab, tutur Said kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan asas pelayanan publik pasal 4 ayang antara lain menegaskan penyelenggara pelayanan public berasaskan kepentingan umum, kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan. Hal ini jelas tidak saja bertentangan dengan UU Pelayanan Publik tersebut tapi juga bertentangan Undang-Undang No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Pemerintah selaku pemegang otoritas pengaturan Migas dari hulu hingga hilir, kata Said, harusnya bisa membuat asumsi-asumsi yang lebih rasional dan realistis tentang kebutuhan BBM bersubsidi. ?Jika pembatasan pelayanan suplay BBM untuk kepentingan umum itu karena sudah melampau dari kebutuhan asumsi atau estimasi semula, berarti banyak kebocoran-kebocoran distribusi BBM yang terjadi selama ini?, tegas Said.
“Sudah jadi rahasia umum, dan masyarakat pun sudah mengetahui informasi kebocoran-kebocoran itu dimana yang jadi pelakunya sebenarnya adalah mereka-mereka yang mengatur masalah ini juga,” ujarnya. (si)