Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik berharap DPR segera mensahkan usulan APBN Perubahan 2012 yang diantaranya rencana kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 1.500 per-liter. Maka naik tidaknya harga BBM tanggal 1 April 2012 tergantung persetujuan DPR RI.
Hal itu dikatakan Menteri ESDM Wacik di kantor Presiden, Senin (5/3/2012). Kepada wartawan ia juga mengatakan: “Kita usahakan begitu, mudah-mudahan lancar. Kalau bisa lebih cepat lebih baik. Kalau bisa APBN-nya disetujui bisa lebih cepat sambil kami mempersiapkan semua segala sesuatunya mengenai kompensasi.”
Selanjutnya dikatakan, bahwa dalam draf APBN Perubahan 2012 yang tengah dibahas DPRRI adalah mengenai usulan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis premium sebesar Rp 1.500 per-liter. Sehingga harga BBM yang harus dibayar konsumen menjadi Rp 6.000 per-liter. Pemerintah, melalui Menteri Keuangan mengajukan ke DPR RI pada 29 Februari 2012.
Harga BBM yang diajukan sekarang sebenarnya pernah berlaku pada tahun 2008 berdasarkan fluktuasi harga minyak di pasar dunia. Karena harga minyak di pasar dunia turun maka Pemerintah menurunkan menjadi Rp. 4.500,-.per-liter di ujung tahun 2008. Namun harga produk barang dan jasa yang telah terlanjur menyesuaikan dengan harga BBM Rp. 6.000,- per-liternya tidak menyesuaikan lagi dengan harga BBM yang telah turun itu.
Surga bagi Produsen.
Meski kenaikan harga BBM pernah mengalami fluktuatif mengikuti harga minyak mentah di pasar dunia, namun harga produk barang dan jasa di pasar domestik tak mengalami fluktuasi seperti harga BBM. Buktinya ketika harga BBM turun menjadi Rp. 4.500,- per-liter dari harga Rp. 6.000,- per-liter harga produk barang dan jasa di pasar tetap saja bertengger pada kisaran harga dari perhitungan kenaikan harga BBM.
Dengan demikian, fluktuasi harga BBM tak selalu diikuti secara fuktuatif pula oleh harga produk barang dan jasa di pasar. Kenaikan harga BBM hanya menjadi momentum yang seksi untuk dibuat alasan yang seolah-olah masuk akal untuk menaikkan harga produk barang dan jasa. Namun sebaliknya ketika harga BBM turun tak seorang pun produsen produk barang dan jasa berteriak lantang ingin menurunkan harga produk barang dan jasanya.
Harga produk barang dan jasa di pasar saat ini sebenarnya hasil perhitungan kisaran harga BBM ketika naik menjadi Rp. 6.000,- per-liternya. Manakala harga BBM dinaikkan lagi menjadi Rp. 6.000,- per-liternya, maka para produsen telah memperoleh keuntungan dari kenaikan harga BBM sebanyak dua kali lipat dari kenaikan harga BBM setelah diturunkan lagi oleh Pemerintah menjadi Rp. 4.500,- per-liter dari harga Rp. 6.000,- per-liternya. Sedangkan masyarakat konsumen terpukul beban biaya hidup kedua kali lipatnya.
Maka tak perlu heran manakala rencana kenaikan harga BBM saat ini mendapat dukungan serentak dari para produsen barang dan jasa. Bahkan beberapa organisasi profesi berlomba-lomba mengumumkan prosentasi kenaikan harga produknya. Organda menuntut kenaikan tarif angkutan umum sebesar 35 persen. Harga minyak goreng curah di pasar – baru mendengar isu rencana kenaikan BBM saja – kini sudah menaikkan harga dari Rp. 10.000,-/pr-kg menjadi Rp. 10.500,-/per-kg. Para produsen sabun mandi, sabun cuci, dan kecap berencana menaikkan harga jualnya sekitar 5-7 persen dari harga sebelumnya.
Harga sayuran pun mengalami kenaikan. Contohnya, cabe merah, harga sebelumnya Rp. 12.000,-/per-kg sekarang menjadi Rp. 16.000,-/per-kg. Harga cabe rawit semula harganya Rp. 25.000,-/per-kg sekarang menjadi Rp. 28.000,-/per-kg. Begitu pula harga beras, telur dan beberapa bahan pokok lainnya mengalami kenaikan harga meski harga BBM belum naik. Ketika harga BBM di kemudian hari nantinya benar-benar dinaikkan oleh Pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR RI, tak ada kekuatan apa pun yang mampu mencegah kenaikan harga lebih tinggi lagi dari harga-harga barang kebutuhan pokok itu dari harga yang telah mengalami kenaikan harga yang berlaku saat ini. Kenaikan harga BBM benar-benar menjadi surga bagi produsesn dan pelaku usaha namun menjadi neraka bagi konsumen.
Neraka bagi Konsumen.
Tekanan berat bagi konsumen dalam menghadapi dampak negatif terhadap kenaikan harga BBM adalah pada pendapatan ekonomi perbulannya belum mengalami kenaikan yang signifikan untuk menutup segala kebutuhan hidup minimalnya. Kenaikan harga BBM saat ini tak ada seorang pun yang menjamin bahwa tarif dasar listrik, tarif air PAM/PDAM, dan tarif transportasi yang menjadi kebutuhan sehari-harinya tak mengalami kenaikan tarifnya.
Maka, konsumen yang sekarang miskin akan menjadi sangat miskin, konsumen yang agak miskin menjadi benar-benar miskin, dan konsumen yang sebenarnya belum tergolong miskin statusnya turun menjadi orang miskin. Dalam kondisi semacam ini, cara orang berkonsumsi bukan lagi berorientasi pada kualitas barang tapi lebih pada kuantitas, pokoknya kenyang. Pada gilirannya akan melahirkan generasi anak bangsa yang tak berkualitas pula. Beban ekonomi anggaran APBN untuk Jamkesmas maupun beban APBD untuk Jamkesda akan semakin membengkak karena ketahanan kesehatan penduduk menjadi turun.
Celakanya momen kenaikan harga BBM ini juga dijadikan momen untuk menaikkan tarif-tarif pungutan liar di jalan raya, terminal-terminal dan di pusat-pusat pelayanan publik di Pemerintah Pusat sampai Pemerintah Daerah. Dari masalah urusan akte kelahiran sampai pada urusan kematian. Begitu juga tarif transaksi dalam mensiasati proses-proses hukum di lembaga-lembaga penegak hukum juga ikut-ikutan menaikkan tarif suapnya.
Pertanyaan kita sekarang, pemimpin pemerintahan kita yang dipilih langsung oleh rakyat sebenarnya sedang berpihak kepada siapa? Begitu pula para wakil rakyat di gedung DPR RI apakah benar memang mereka mewakili untuk memperjuangkan meringankan suara penderitaan rakyat? Tentunya mereka tak akan mampu lagi mewakili rakyat karena kehidupannya sudah jauh dari rasa penderitaan rakyat yang telah suka rela memilihnya.
Nah, kenaikan harga BBM kali ini tak akan mungkin terjadi manakala DPR RI benar-benar mengemban amanah rakyat sehingga tak menyetujui perubahahan APBN 2012 yang diajukan Pemerintah semata-mata bertujuan menaikkan harga BBM. Jika disetujui, maka yakinlah bahwa persetujuan itu tak gratis, entah untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya atau entah untuk kepentingan Pemilu 2014? Semoga saja benar adanya…!
Surabaya, 24 Maret 2012
Oleh: M. Said Sutomo
Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK)
Jawa Timur