Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan, para konsumen mesti diselamatkan dari kinerja buruk di bidang transportasi terutama setelah meningkatnya tingkat kecelakaan darat yang terjadi di Indonesia.
Siaran pers BPKN yang diterima di Jakarta, Selasa, menyatakan, sepanjang kurun waktu 1,5 bulan terakhir ini, kecelakaan yang terjadi di Indonesia semakin meningkat dengan tidak kurang dari 100 diantaranya melibatkan bus angkutan umum.
Berdasarkan data BPKN, pada Februari 2012 ini saja kecelakaan bus yang dipublikasikan di media massa sebanyak 11 kejadian dengan total korban meninggal sebanyak 37 orang dan korban luka berat maupun ringan sebanyak 113 orang.
Catatan tersebut juga sudah termasuk yang terjadi terakhir pada Minggu (12/2) di Majalengka, Jawa Barat, dengan 3 orang korban meninggal 4 orang luka berat dan 12 luka ringan.
BPKN menyatakan, peristiwa tersebut sungguh memprihatinkan karena begitu banyak konsumen (penumpang) bus menjadi korban sia-sia akibat perilaku yang tidak bertanggungjawab.
Padahal, hak konsumen telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 tentang Perlindungan Konsumen.
BPKN mencermati berdasarkan pemberitaan di media, penyebab terjadinya kecelakaan terbanyak adalah perilaku sopir dan kondisi kendaraan yang tidak layak, antara lain berupa rem blong.
Hal itu menunjukkan bahwa faktor manusia dan faktor kendaraan memegang peran penting sebagai penyebab kecelakaan. Oleh karena itu patut dipertanyakan menyangkut sistem lisensi, manajemen pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan kesejahteraan.
Untuk itu, BPKN meminta kepada perusahaan transportasi umum, supaya melakukan rekrutmen pengemudi dengan benar-benar melakukan pengujian mengemudi.
Kemudian memverivikasi SIM pengemudi, (bukan SIM palsu), melihat rekam jejak pengemudi serta melakukan pelatihan mengenali angkutan, terutama untuk angkutan publik dengan badan besar (bus dan transportasi umum).
Sedangkan untuk Direktorat Angkutan Darat Kementerian Perhubungan diminta untuk melakukan audit menyeluruh tentang sistem transportasi darat, termasuk kesesuaian pemberian ijin dan jadwal.
Hal tersebut karena pada bus Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) sering terlalu pendek sehingga memaksa para sopir melaju dengan kecepatan melebihi ketentuan.
Sementara untuk pemerintah daerah diminta untuk melakukan audit uji kelayakan agar tidak ada manipulasi antara pelaku usaha atau pemilik kendaraan dengan petugas.
Untuk pelaku usaha diminta untuk meninjau kembali manajemen pemberian/upah dalam bentuk gaji bulanan untuk menggantikan sistem setoran.
Terakhir, bagi para sopir dan awak angkutan diharapkan untuk memberikan pelayanan dan menempatkan keselamatan penumpang di atas kepentingan yang lainnya.
sumber : antara