Merokok merupakan suatu kegiatan yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar kita. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012, rokok adalah produk tembakau yang dibuat untuk dibakar kemudian dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. Berdasarkan data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS), terdapat peningkatan jumlah prevalensi perokok dewasa dari tahun 2011 – 2021, yaitu 59,9 juta orang (2011) menjadi 68,9 juta orang (2021). Selain itu, menurut GATS prevalensi perokok elektronik pada usia dewasa meningkat 10 kali lipat dari 0,3% (2011) menjadi 3% (2021) sedangkan prevalensi perokok pasif meningkat sebanyak 120 juta orang. Berdasarkan data BPS, persentase merokok pada penduduk umur ? 15 tahun di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 28,26%.
Menurut Kemenkes rokok dan asapnya dapat menyebabkan ancaman kesehatan bagi tubuh manusia. Berdasarkan data WHO, sekitar 1,2 juta manusia meninggal setiap tahunnya akibat asap rokok walaupun tidak merokok. Hal tersebut disebabkan karena di dalam rokok terdapat nikotin, tar, karbonmonoksida, hidrogen sianida, benzena, dan bahan tambahan lainnya yang sangat merugikan kesehatan apabila terpapar atau terhirup.
Dalam menghadapi masalah tersebut, diperlukan berbagai pihak yang dapat mendukung pengurangan jumlah perokok remaja di Indonesia, salah satunya adalah di tingkat perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat yang bebas dari asap rokok, tetapi pada nyatanya masih banyak ditemukan kegiatan merokok, baik mahasiswa, dosen, ataupun staff pegawai di lingkungan kampus. Mahasiswa yang seharusnya berperan sebagai penerus bangsa akan rusak akibat rokok itu sendiri. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian agar pemangku kepentingan pada perguruan tinggi dapat memperkuat kebijakan khususnya di lingkungan kampus, agar dapat menurunkan persentase merokok pada remaja di Indonesia.
Hal tersebut dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di lingkungan kampus. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dilarang untuk kegiatan merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan produk tembakau di lingkungan kampus. Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Pasal 151 ayat (1), terdapat 7 kawasan tanpa rokok yang terdiri atas fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Lingkungan kampus termasuk dalam tempat proses belajar mengajar sehingga KTR perlu diimplementasikan. Hal tersebut dapat diperkuat dengan memberikan sanksi tegas kepada pihak yang melanggar, tidak menerima sponsorship atau beasiswa dari industri rokok, melarang pemasangan iklan di lingkungan kampus, memiliki informasi pendukung seperti poster atau banner tanda larangan merokok, dan lainnya. Tujuan dari penerapan kebijakan KTR ini yaitu untuk memberikan perlindungan kepada konsumen, dalam hal ini adalah pelajar. Sebagaimana peraturan yang berlaku, konsumen yang dilindungi yaitu perokok pasif yang tidak merokok tetapi terpapar oleh asap rokok yang memiliki ancaman kesehatan yang sama besarnya dengan perokok aktif. Pada saat ini, pada beberapa lingkungan kampus, telah ada peraturan terkait larangan merokok, seperti pada kampus Universitas Indonesia yang peraturannya diatur dalam Surat Keputusan (SK) Rektor UI Nomor 1805 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Rektor tentang kampus tanpa rokok. Akan tetapi, masih terdapat kampus yang belum menerapkan kebijakan KTR dikarenakan kebijakan tersebut tergantung kepada inisiatif masing-masing rektorat. Dalam hal ini, pemangku kepentingan dalam perguruan tinggi dapat meniru Permendikbud no 64 tahun 2015 terkait KTR di lingkungan sekolah sebagai tempat belajar mengajar dimana hal tersebut dapat dijadikan landasan karena kampus juga merupakan tempat belajar mengajar yang seharusnya bebas dari asap rokok. Oleh karena itu, perguruan tinggi dapat segera memberlakukan kebijakan KTR di lingkungan kampus yang diharapkan dapat mencegah dan mengatasi dampak buruk dari asap rokok, menciptakan udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok serta mewujudkan Indonesia Generasi Emas Tahun 2045.
Oleh: Sifa Nabila Azzahra - (Mahasiswi Ilmu Keluarga dan Konsumen IPB)
Source: YLKI