Demi efisiensi pelayanan dan bahkan keamanan dalam bertransaksi, upaya mewujudkan transaksi non cash adalah sebuah keniscayaan. Cashless society adalah sejalan dengan fenomena ekonomi digital.
Namun, menjadi kontra produktif jika Bank Indonesia (BI) justru mengeluarkan peraturan bahwa konsumen dikenakan biaya top up pada setiap uang elektroniknya, e-money. Secara filosofis apa yang dilakukan BI justru bertentangan dengan upaya mewujudkan cashless society tersebut.
Dengan cashless society sektor perbankan lebih diuntungkan, daripada konsumen. Perbankan menerima uang dimuka, sementara transaksi/pembelian belum dilakukan konsumen. Sungguh tidak fair dan tidak pantas jika konsumen justru diberikan disinsentif berupa biaya top up. Justru dengan model e-money itulah konsumen layak mendapatkan insentif, bukan disinsentif. Pengenaan biaya top up hanya bisa ditoleransi jika konsumen menggunakan bank berbeda dengan e-money yang digunakan. Selebihnya no way, harus ditolak!
Dan tidak pantas pula jika sektor perbankan dalam menggali pendapatan lebih mengandalkan “uang recehan”. Seharusnya keuntungan bank berbasis dari modal uang yang diputarnya dari sistem pinjam meminjam, bukan mencatut transaksi recehan dengan mengenakan biaya top! Apalagi banyak pengguna e-money dari kalangan menengah bawah. YLKI mendesak Bank Indonesia untuk membatalkan peraturan tersebut.
Demikian. Terima kasih
Jakarta, 16 Sept 2017
Tulus Abadi,
Ketua Pengurus Harian YLKI
Keterangan:
Untuk keperluan wawancara silakan hubungi Sdr. Mustafa, +6282298725459 dan Sdri. Sularsi, 08115629300.
Informasi dan Pengaduan:
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Jl. Pancoran Barat VII No. 1 Duren Tiga, Jaksel, 12760
Telepon 021-797-1378, WA 0822-6121-1822.
Email: konsumen@ylki.or.id
Website: www.pelayanan.ylki.or.id
Donasi untuk gerakan konsumen:
BCA Cab Pasar Minggu No.Rek : 035-3-80546-8 a/n YLKI II.
Source: YLKI