Masyarakat konsumen Indonesia dikagetkan oleh adanya hasil investigasi majalah Tempo dan BBC Indonesia terhadap restoran ternama yang diduga kuat menggunakan bahan baku kadaluwarsa untuk produksinya dan atau memperpanjang masa kadaluwarsa. Praktek bisnis semacam ini jelas tidak dapat dibenarkan secara hukum.
Sebab pelaku usaha yang memproduksi dan memperdagangkan produk, harus sesuai standar yang ditetapkan perusahaan bagi konsumen terkait batas masa kadaluwarsa. Jika terjadi sebaliknya maka ini merupakan pembohongan pada publik. Memperpanjang masa kadaluwarsa berarti memperpanjang batas layak untuk dikonsumsi. Jika dugaan praktik ini benar maka konsumen mendapatkan layanan produk yang tidak memenuhi standar keamanan pangan karena semakin mendekati masa berlaku tanggal kedaluwarsa maka kualitas produk semakin turun dan bisa menjadi “makanan sampah” dan bahkan bisa membahayakan kesehatan konsumen.
Sebagai perusahaan yang berlisensi internasional maka perlu dipertanyakan apakah secara prosedur dugaan praktek memperpanjang masa kadaluwarsa pada bahan baku produknya ini diperbolehkan? Ini tidak adil dan merupakan diskriminasi pelayanan karena adanya standar ganda untuk pelayanan di restoran yang melakukan usaha di wilayah hukum Indonesia.
Perbuatan menutup label tanggal daluwarsa adalah tindak pidana pelanggaran Pasal 143 UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan. Selain itu merupakan tindak pelanggaran UU Perlindungan Konsumen. Jika praktek seperti ini dibiarkan maka akan menjadi preseden buruk dimasa datang. Bahwa akan banyak terjadi praktek bisnis curang yanga akan merugikan masyarakat.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak Kepolisian RI dan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan investigasi bahan-bahan baku yang digunakan dalam sajian Pizza Hut, Pizza Hut Delivery (PHD), dan Marugame Udon. Jika terbukti harus ada tindakan tegas, baik secara pidana, perdata dan administrasi, termasuk pencabutan izin operasi.
Source: YLKI