Kritik mendasar terhadap manajemen transportasi umum di Surabaya muncul dari Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur. Dalam lokakarya tentang transportasi umum di Hotel Sheraton kemarin (4/5), Ketua YLPK Jatim Said Sutomo menyatakan bahwa tingkat kepuasan konsumen Surabaya sangat rendah.
Said lalu merinci berbagai alasan dalam acara bertema Workshop On Transit System Planning, Operation, and Management itu. Mulai amburadulnya waktu perjalanan, ulah sopir mikrolet yang ngetem di sembarang tempat, sampai mahalnya ongkos angkutan. “Itu sudah penyakit lama, cukup kronis,” katanya.
Soal waktu saja, lanjut Said, tidak ada mikrolet yang bisa menjamin penumpang tiba tepat waktu di tujuan. Penumpang ingin sampai pukul 06.00, tapi sering baru tiba pukul 07.00. Masalah lain ialah tarif. Said memperkirakan, lebih dari 50 persen penumpang tiga kali oper mikrolet untuk sampai di tempat kerja. Itu pemborosan.
“Kalau satu mikrolet pasang tarif Rp 3 ribu. Dalam sekali jalan, penumpang merogoh kocek Rp 9 ribu. Perjalanan pulang-pergi menghabiskan ongkos Rp 18 ribu. Jika dalam satu bulan ada 25 hari kerja, berarti ongkos transportasi Rp 450 ribu. “Itu hampir setara dengan biaya angsuran motor,” terang Said. Penumpang akhirnya pasti memilih motor. Persoalan kronis selanjutnya adalah banyaknya mikrolet yang sudah tua. “Harus segera diremajakan,” jelas pria kelahiran Pasuruan itu.
Dihubungi terpisah, Plt Kepala Dinas Perhubungan Surabaya Eddi mengatakan sudah berkomitmen bulat untuk membenahi sarana dan prasarana transportasi umum di Surabaya. ”Semuanya sudah masuk rencana pengembangan kami,” tuturnya. Dia berharap, kepuasan konsumen yang menggunakan transportasi umum bisa meningkat.
Sumber : Jawapos