Sanksi pembekuan rute Surabaya-Singapura milik AirAsia oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berbuntut panjang.
Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur mengajukan gugatan hukum karena menilai manajemen AirAsia terindikasi melanggar UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Ketua YLPK Jatim Said Sutomo menyatakan, pelanggaran yang dimaksud berupa pemajuan jam terbang sehingga mengabaikan hak-hak penumpang maupun keluarga korban yang ditinggalkan. “Kami besok (hari ini, 5/1, Red) akan konsultasi dengan Komisi VI DPR yang membidangi perlindungan konsumen. Insya Allah lusanya (6/1) mendaftarkan gugatan hukum kepada PT AirAsia Indonesia di Pengadilan Negeri Surabaya,” tegas Said di Surabaya kemarin.
Menurut Said, hukuman dari Kemenhub terlalu lembek. YLPK mendesak pemerintah untuk menarik seluruh pesawat AirAsia yang beroperasi di Indonesia. Penarikan berlaku sampai proses audit jaminan keselamatan tuntas. “Low-cost carrier yang diterapkan AirAsia mengabaikan standar keselamatan penerbangan,” tuding dia.
Di sisi lain, YLPK juga menyoroti aroma korupsi di lingkungan Otoritas Bandara (Otban) Wilayah III Surabaya dan Angkasa Pura (AP) Juanda. Aroma itu tercium dari izin slot terbang hari tertentu kepada AirAsia Indonesia untuk rute Surabaya-Singapura di luar jadwal yang tercantum dalam surat izin.
Said mempertanyakan alasan AirAsia bisa terbang di luar jadwal yang semestinya sehingga berbuntut kecelakaan yang menelan ratusan korban itu. “Izin seperti itu pasti tidak gratis dan tidak mungkin hanya sekali itu saja dan terhadap satu maskapai,” tuding dia.
Said berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut menginvestigasi dugaan aroma korupsi yang dilakukan instansi pelat merah itu.
Dari Jakarta, dilaporkan Kemenhub tetap bersikeras bahwa pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan Selat Karimata melanggar izin. Sebab, maskapai asal Malaysia itu ternyata melayani penerbangan dari Surabaya ke Singapura pada Minggu sehingga tidak sesuai dengan perjanjian.
Kemenhub pun menolak pernyataan dari Civil Aviation Authority of Singapore (CAAS) dan Changi Airport Group (CAG) bahwa pesawat itu sudah berizin. Penegasan tersebut dikatakan oleh Kepala Pusat Komunikasi (Kapuskom) J.A. Barata kemarin (4/1). Saat dihubungi Jawa Pos, Barata kembali menyatakan bahwa izin penerbangan yang dikeluarkan Kemenhub sesuai dengan Surat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nomor AU.008/30/6/DRJU.DAU-2014 yang bertanggal 24 Oktober 2014 soal izin penerbangan luar negeri periode winter (Oktober-Maret) 2014-2015, yakni Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu.
Namun, AirAsia melanggar dengan terbang tiap hari atau menambah hari terbang di luar izin pada Rabu, Jumat, dan Minggu. “Jadi, saya tegaskan lagi, itu tidak sesuai dengan perjanjian,” jelas dia. Berbeda dengan summer (Maret-Oktober). Ketika musim panas, AirAsia mendapatkan jatah terbang setiap hari. Mulai Senin sampai Minggu.
Jika benar ada penambahan jadwal terbang ilegal, dipastikan Kemenhub kecolongan. Bahkan, ditengarai pelanggaran itu terjadi sejak keluarnya izin terbang dari Kemenhub pada 26 Oktober 2014. Hal tersebut terlihat janggal. Padahal, di setiap bandara, institusi yang dipimpin Ignasius Jonan itu punya pengawas, yaitu pihak inspektorat.
Pria asal Manado tersebut menjelaskan, Kemenhub juga bingung dengan pernyataan CAAS dan CAG bahwa penerbangan AirAsia sudah berizin. Bahkan, dalam berita di surat kabar Singapura The Strait Times edisi kemarin, Bandara Changi sudah menyediakan slot bagi pesawat itu untuk mendarat pada pukul 08.30 waktu Singapura dan terbang kembali ke Surabaya pada pukul 14.10 waktu Singapura.
Terkait dengan klaim tersebut, Barata mengatakan, besar kemungkinan izin yang didapatkan AirAsia dari Kemenhub untuk penerbangan musim dingin itu tidak dilaporkan ke Singapura. “Untuk kejelasannya, tanyakan saja ke AirAsia. Mungkin dia belum melapor ke Singapura,” ujarnya.
sumber : Jawapos