Persyaratan Administrasi Tak Lengkap, Sidang YLPK Vs KPU Ditunda

Sidang perdana gugatan  perbuatan melawan hukum (PMH) yang dilakukan  Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK/penggugat)  terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU/tergugat)  yang membocorkan kisi-kisi pertanyaan debat capres pada kedua pasangan calon (paslon) terpaksa batal digelar di ruang Kartika 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (12/2/2019).

Hakim Ketua Yulisar SH MH, yang tidak didampingi hakim anggota Hariyanto dan Pesta Sitorus menyatakan, sidang YLPK Vs KPU ini ditunda sampai Selasa (19/2/2019) mendatang.

“Kami ingin membangun kesepahaman lebih dulu dan melengkapi persyaratan persidangan dan harus tunduk ketentuan Mahkamah Agung (MA). Untuk itu, kami minta penggugat dan tergugat menyempurnakan surat kuasa khusus dan lampirannya,” ucapnya.

Menurut Yulisar SH MH, surat kuasa khusus harus dilegalisir di PN dan penyelesaikan administrasi sudah dilakukan, sebelum melangkah ke sidang perdana pada pekan depan.

Mendengarkan saran yang disampaikan hakim ketua Yulisar tersebut, Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo, didampingi pengacara Muharom Hadi Kusuma SH maupun tim Tim kuasa hukum KPU , Andy Prasetyo dan Fahrul Huda menyatakan siap melengkapi persyaratan admnistrasi yang telah ditentukan pengadilan.

Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo, didampingi pengacara Muharom Hadi Kusuma SH menyatakan, KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum Pasal 22E Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam pasal itu disebutkan bahwa Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali. Kebijakan KPU yang  membocorkan kisi-kisi pertanyaan debat capres pada kedua pasangan calon (paslon) tidak akan ada lagi nantinya.

Menurut Said Sutomo, selain melanggar undang-undang, pembocoran materi pertanyaan menjadikan rakyat kesulitan menilai kualitas para calon pemimpin negara.

Sebagaimana diketahui, debat calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia  pada 17 Januari 2019 lalu, merupakan momen  penting untuk mengetahui kualitas calon pemimpin negaranya, lewat jawaban yang diberikan secara spontan saat dihadapkan pada suatu masalah.

Tapi harapan itu, kata Said, tidak akan terwujud kalau para calon kepala negara itu sudah diberi bocoran terlebih dahulu.

“Anak SD mau ujian saja, materi yang akan diujikannya ditutup rapat dan diberi segel karena dianggap sebagai dokumen negara. Tapi ini memilih calon pemimpin negara, soalnya malah dibocorkan,” ujarnya Said Sutomo  didampingi pengacara Muharom Hadi Kusuma SH.

Selain bakal menghasilkan pemimpin kurang berkualitas, pihaknya khawatir pembocoran materi debat kandidat ini akan berlanjut dalam pilpres selanjutnya. Lebih parah lagi, para calon kepala daerah akan menuntut perlakuan istimewa yang sama dalam pilkada periode berikutnya.

Sumber : Surabaya Media Rek