Oleh : Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI
Provinsi DKI Jakarta akan kembali menerapkan PSBB, 14/09/2020, setelah jeda beberapa pekan dengan PSBB transisi. Dari sisi kesehatan masyarakat dan politik pengendalian pandemi, PSBB adalah suatu keniscayaan, saat pandemi Covid-19 di Jakarta kian eskalatif. Dan suatu hal yang paradoks jika PSBB Jakarta masih menjadi obyek debat kusir antar elit.
Dalam menangani wabah, nyawa dan keselamatan warga seharusnya menjadi prioritas pertama, tanpa kompromi. Dan lebih absurd lagi adalah penolakan PSBB oleh boss PT Djarum, Budi Hartono (BH), yang berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo. Penolakan BH terhadap pelaksanaan PSBB tersebut lebih mencerminkan kepentingan bisnisnya, terutama bisnis zat adiktif (rokok).
Melambungnya jumlah warga yang terpapar Covid-19 seharusnya menjadi warning keras bagi semua pihak, bahwa selama ini ada yang salah dalam menangani dan mengendalikan wabah Covid-19 di Indonesia, dan terutama di DKI Jakarta.
Musababnya minimal ada dua: Pertama, pemerintah terlalu grusa grusu dalam membuka keran ekonomi, sementara aspek pengendalian belum memenuhi syarat sebagaimana standar yang ditetapkan WHO. Misalnya positivity rate di bawah 5 persen; kedua, tingkat kepatuhan masyarakat yang masih lemah, khususnya dalam menggunakan masker dan menjaga jarak.
Oleh karena itu, PSBB Jakarta edisi Sept 2020 harus menjadi pertaruhan terakhir untuk mengendalikan wabah Covid-19 di Jakarta. Warga Jakarta dan seluruh masyarakat Indonesia sudah lelah dengan “penjara” wabah Covid-19. Semua pihak seharusnya bahu membahu dalam mengatasi wabah ini. Jika PSBB Jakarta kali ini gagal sebagai instrumen pengendali wabah Covid-19, maka akan berdampak eskalatif terhadap pengendalian wabah di level nasional, dan klimaksnya denyut nadi perekonomian nasional akan makin terpuruk.
Seyogyanya masyarakat dan warga Jakarta benar benar mematuhi protokol kesehatan yang ditentukan. Warga Jakarta tak boleh egois hanya mementingkan kepentingan dan keselamatan dirinya. Masalah wabah Covid-19 adalah masalah keselamatan kolektif, bukan keselamatan individual belaka.
Begitupun dengan aparat Pemprov DKI Jakarta dan aparat terkait agar secara konsisten dan sistematis melakukan upaya sosialisasi dan penegakan hukum bagi yang melanggar. Jangan ada kata kompromi dan negosiasi untuk melindungi keselamatan warga. Jangan mimpi pertumbuhan ekonomi akan meroket jika aspek pengendalian wabah Covid-19 masih berantakan dan amburadul seperti sekarang. *