Kebijakan Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Republik Indonesia yang mewajibkan seluruh penumpang untuk membawa hasil tes swab PCR sebagai syarat perjalanan di wilayah Jawa dan Bali terus menuai pro dan kontra.
Salah satunya dari Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia, Said Sutomo. Ia tidak sependapat dengan kebijakan yang ada karena dinilai sarat akan permainan bisnis.
Ia menjelaskan, banyak penyedia jasa swab PCR yang memainkan harga. Sehingga, harga bisa melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
“HET PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia dengan istilah ‘PCR Ekspres’, yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1×24 jam. Sedangkan kalau ingin hasilnya cepat harus membayar ekstra,” ungkap Said.
Karena itu, menurutnya kebijakan ini sangat memberatkan para calon penumpang pesawat terbang. Pasalnya, harga swab PCR bisa lebih mahal dibanding harga tiket pesawat. Apalagi, jika ada yang memiliki keperluan mendadak tidak bisa langsung berangkat karena waktu pemeriksaan swab PCR yang membutuhkan waktu berjam-jam.
Ia menilai, kebijakan yang baru diterapkan per 24 Oktober 2021 itu sangat diskriminatif yang sangat memberatkan para calon penumpang pesawat terbang.
“Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun,” kata Said.
Selain berdampak pada masyarakat, kebijakan ini juga akan berdampak pada maskapai yang selama ini terpuruk akibat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), karena kebijakan ini membuat masyarakat akan memilih modal tranportasi yang lain.
Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah untuk mengevaluasi ulang kebijakan tersebut. Sebab, masyarakat juga sudah mengikuti setiap arahan pemerintah untuk melakukan vaksinasi Covid-19 dua kali yang meminimalisir potensi penyebaran covid, sehingga antigen bisa digunakan sebagai syarat penerbangan.
Seperti dikabarkan sebelumnya, pemerintah melalui Surat Edaran (SE) Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 21 Tahun 2021 tentang Ketentuan Perjalanan Orang Dalam Negeri Masa Pandemi Covid-19 dan SE Kementerian Perhubungan Nomor 88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi Covid-19, Minggu 24 Oktober 2021.
Disebutkan, setiap penumpang wajib menunjukkan hasil Swab PCR yang berlaku 2×24 jam sebagai syarat penerbangan. Kebijakan ini ternyata membuat masyarakat keberatan karena harga swab PCR yang sangat mahal.
“Saya gak paham kenapa setalah vaksin 2x masih PCR. Begini ini ribet sekali makan biaya, waktu, tenaga. Harga PCR saja lebih mahal dari tiketnya, belum lagi saya harus nyari hotel lagi untuk menginap kan makan biaya besar,” ungkap Siti Nurhayati penumpang pesawat yang harus melakukan reschedule akibat kebijakan yang dirasa mendadak itu.
Ia berharap, ke depan pemerintah harus lebih masif melakukan sosialisasi apabila ada perubahan kebijakan. Kemudian, harus memikirkan ulang biaya PCR yang dinilai masih sangat tinggi.
“Ini tadi saya PCR harganya Rp495 ribu, tiket saya Rp500 ribuan bedanya cuma Rp10-Rp20 ribu. Harga PCRnya masih belum merakyat ini yang harus dipikirkan,” pungkasnya.
Sumber : ngopibareng