Jika pasal produk adiktif pada RUU Kesehatan Omnibus Law benar benar dihilangkan, ini merupakan bahaya besar dan suatu kemunduran yang sangat bagi upaya melindungi masyarakat dari bahaya alkohol/miras, dan bahaya produk tembakau/produk rokok.
Saat ini Panja (Panitia Kerja) DPR RI sedang menggodog RUU Kesehatan Omnibus Law. Berbagai pihak diundang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Rancangan Undang-undang Kesehatan tersebut, termasuk RDPU dengan YLKI dan kawan-kawan, pada Rabu (10/05/2023).
Dari proses RDPU tersebut, dan komunikasi verbal di luar RDPU dengan anggota Panja, ada sinyalemen kuat bahwa pasal yang mengatur produk adiktif akan dihilangkan/dihapuskan. Terkhusus produk adiktif alkohol dan tembakau.
Atas sinyalemen tersebut, YLKI menolak dengan keras upaya penghilangan pasal produk adiktif di dalam RUU Kesehatan Omnibus Law, khususnya terkait produk adiktif alkohol dan tembakau.
Patut diduga dengan keras bahwa upaya penghilangan/penghapusan itu dilakulan atas intervensi oleh pihak industri, baik industri alkohol/minuman keras, dan industri rokok besar, baik industri rokok nasional maupun industri rokok multinasional.
Fenomena ini seperti mengulang sejarah pada tahun 2010 yang lalu, saat pembahasan RUU Kesehatan, yang kemudian menjadi UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bahwa pasal tembakau sempat hilang, yakni Pasal 113.
Jika pasal produk adiktif pada RUU Kesehatan Omnibus Law benar benar dihilangkan, ini merupakan bahaya besar dan suatu kemunduran yang sangat bagi upaya melindungi masyarakat dari bahaya alkohol/miras, dan bahaya produk tembakau/produk rokok.
Jika pasal produk adiktif dihilangkan, itu artinya akan merontokkan regulasi regulasi lainnya terkait pengendalian tembakau di Indonesia, khususnya PP No. 109/2012 ttg Pengamanan Produk Adiktif Tembakau bagi Kesehatan. Puluhan bahkan ratusan Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok di seluruh Indonesia juga akan musna. Klimaksnya akan terjadi kekosongan hukum (vacuum of law) untuk pengendalian tembakau di Indonesia.
Upaya penghilangan pasal produk adiktif tembakau, juga akan bertabrakan secara diametral dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang menyatakan bahwa tembakau adalah produk adiktif. MK beberapa kali menolak upaya uji materi untuk menghilangkan Pasal 113 yang menyatakan bahwa tembakau sebagai produk adiktif. Secara alamiah, dan mandat Tuhan YME, bahwa tanaman tembakau adalah tanaman adiktif. Mau mengingkari produk Tuhan??
Oleh karena itu, YLKI meminta dengan sangat agar PANJA DPR RI tidak bermain mata dengan pihak industri rokok, atau pihak lainnya yang bengkongsi dengan industri rokok. Jangan sampai pasal produk tembakau dihilangkan sebagai upaya transaksional menjelang pemilu.
Publik harus mewaspadai fenomena ini, dan bahkan jika upaya penghilangan pasal produk tembakau itu dihilangkan, maka publik harus menolak total keberadaan dan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law tersebut.
Janganlah masalah perlindungan masyarakat dari dampak negatif alkohol/miras dan tembakau/rokok, dijadikan regulasi transaksional demi kepentingan jangka pendek, pemilu. Ini sangat tragis dan memalukan! *
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI
Source: YLKI