Dulu Ditukar Permen, Kini ‘Dipaksa’ Donasikan Uang Receh

uang-recehAda-ada saja cara mini market dan super market belakangan ini. Dulu uang kembalian uang recehan ditukar dengan permen, sekarang ada modus baru lagi, yaitu menjadi uang donasi/sumbangan.

Beberapa kali saya mengalami, setiap pengembalian berupa recehan, kasir mengatakan: pengembalian berupa recehan tidak ada, bagaimana kalau disumbangkan ke lembaga sosial keagamaaan, pembinaan yatim piatu dan lain sebagainya. Hasil pengumpulan sumbangan itu tentunya tidak sedikit jumlahnya. Bisa jutaan perbulannya, dan bisa miliaran dalam pertahunnya.

Bagaimana pertanggungjawabannya kepada masyarakat penyumbang? Apakah hal tersebut tidak melanggar UU No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen? Bukannya saya tidak ihklas, tapi saya ingin ada informasi yang jelas sehingga rasa? keikhlasan saya tidak dihantui oleh prasangka-prasangka yang salah. Mohon penjelasannya! Abdurrahman, Pasuruan 0434-7852xxx

Pak Abdurrahman ysh.

Kami mengucapkan terima atas masukan yang diberikan kepada kami. UU No. 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pasal 5 huruf c menegaskan bahwa kewajiban konsumen adalah membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Sedangkan pada pasal 6 huruf b menegaskan: hak pelaku usaha adalah hak untuk menerima pembayaran yang seuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

Dengan demikian, dengan alasan apa pun pelaku usaha dilarang mengambil hak konsumen di luar nilai harga barang dan/atau jasa yang disepakati bersama. Kewajiban pelaku usaha adalah mengembalihan uang pengembalian yang melebihi dari pembayaran harga yang telah disepakati.

Oleh karena itu, pelaku usaha wajib mengembalikan uang pengembalian konsumen sekalipun berupa uang recehan. Apakah uang pengembalian recehan itu akan disumbangkan atau tidak terserah kepada konsumen setelah menerima hak uang pengembaliannya.

Jika tidak, maka pelaku usaha telah membuat kondisi konsumen dalam keadaan terpaksa dalam memberikan uang pengembalian untuk bantuan sosial bukan karena dalam kondisi yang bebas.

Hal ini tentunya merupakan pelanggaran hukum. Apalagi pungutan dana dari masyarakat, sepengetahuan kami harus mendapatkan izin dari Kementerian Sosial jika skala kegiatannya bersifat nasional, izin dari Dinas Sosial Provinsi jika skala kegiatannya wilayah provinsi dan harus mendapat izin dari Dinas Sosial Kota/Kabupaten jika wilayah kegiatannya ada di daerah Kota/Kabupaten setempat.

Demikian, Said Sutomo