INGAR-BINGAR kegairahan pasar dan pusat perbelanjaan menyambut Ramadan dan menjelang Lebaran mulai terlihat. Bagian yang paling diminati konsumen adalah penawaran makanan dan minuman kemasan. Mulai parsel makanan dan minuman hingga diskon cukup besar, baik produk lokal maupun impor.
Persoalan klasik yang selalu muncul pada saat-saat seperti itu, makanan dan minuman kedaluwarsa masih beredar. Temuan operasi pasar oleh pemerintah menguatkan hal tersebut. Kalau tidak kedaluwarsa, banyak makanan dan minuman yang mendekati batas tanggal kedaluwarsa.
Ketika sudah dikemas dalam bentuk parsel, konsumen tentu tidak bisa meneliti lebih dulu labelnya. Sedangkan dalam bentuk paket diskon, produk biasanya dicampur dan disamarkan dengan produk sejenis yang masih berada dalam batas aman dari kedaluwarsa.
Tanggal kedaluwarsa amat penting dalam konsumsi makanan dan minuman kemasan. Itu merupakan batas aman makanan untuk dikonsumsi. Sehingga, dalam keadaan normal, produk tersebut tidak akan merugikan kesehatan dan membahayakan manusia. Ketentuan pelabelan mengharuskan semua makanan dan minuman kemasan mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun terakhir dapat dikonsumsi. Sebab, tidak ada makanan dan minuman yang dapat dikonsumsi sepanjang waktu.
Selain produk lokal, makanan dan minuman impor kian membanjiri pasar karena perdagangan global. Meski harganya lebih mahal daripada produk lokal, produk impor belum tentu lebih berkualitas. Namun, karena gaya hidup konsumen kelas menengah ke atas, permintaan atas produk-produk itu terus meningkat dari waktu ke waktu.
Tiap tahun, Depkes dan organisasi konsumen menemukan makanan dan minuman impor yang tidak terdaftar dalam otoritas RI. Makanan dan minuman itu disebut makanan dan minuman impor ilegal.
Resminya, produk makanan dari negara lain yang diedarkan di pasar Indonesia harus mendapatkan izin dari Depkes, ditandai dengan kode ML (makanan luar negeri), diikuti nomor atau angka. Ketentuan wajib juga harus mencantumkan pelabelan yang benar tentang nama dan alamat distributor makanan atau minuman tersebut di Indonesia.
Jelasnya, sebelum beredar, makanan dan minuman impor harus mendapatkan rekomendasi Depkes. Yakni, persyaratan mutu dan jaminan keamanan atau keselamatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Izin edar bakal diberikan jika produk memenuhi standar mutu dan peredarannya tidak dilarang di negara asalnya, tidak berbahaya, dan bebas dari hama atau penyakit.
Ada dua hal penting yang menyangkut upaya perlindungan konsumen dalam peredaran makanan dan minuman di pasaran. Pertama, kepentingan konsumen terakomodasi dari persyaratan mutu, keselamatan, dan keamanan pangan. Hal tersebut akan menjamin keselamatan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi dan meminimalkan dampaknya bagi kesehatan dan kepercayaan yang dianut.
Meski persyaratan makanan dan minuman telah dipenuhi, belum tentu keamanan produk-produk tersebut benar-benar terjamin. Konsumen tetap harus mencermati kondisinya. Misalnya kemasan. Adakah perubahan fisik yang terlihat secara kasatmata?
Sebab, sering terjadi perubahan fisik pada kemasan meski tanggal kedaluwarsa belum lewat. Itu mungkin disebabkan cacat pada proses produksi atau penanganan distribusi yang tidak benar.
Kedua, syarat pelabelan. Yakni, pencantuman alamat jelas produsen dan distributor yang menjamin konsumen mendapatkan hak komplain atau menyampaikan keluhan, juga mendapatkan ganti rugi jika terbukti terjadi pelanggaran hak konsumen. Poin tersebut sering diingkari produsen. Mereka sengaja tidak mencantumkan alamat lengkap, paling tidak nama jalan dan nomornya.
Padahal, jika dipenuhi, pencantuman alamat dan distributor atau nomor telepon layanan konsumen secara jelas akan dipandang sebagai iktikad baik produsen. Kemudahan mengakses semua informasi yang ingin diperoleh konsumen akan membantu memperluas pemasaran produk mereka.
Dalam mengatasi persoalan klasik tersebut, pemerintah harus mengambil langkah konkret. Yaitu, menegakkan aturan yang telah dibuat. Salah satunya upaya antisipasi dan operasi pasar. Untuk produk lokal, langkah antisipasi dapat dimulai dari implementasi aturan pendaftaran produk sebelum diedarkan. Untuk produk impor, harus diperketat cara produk tersebut masuk ke Indonesia, mulai pendaftaran produk, pengujian, hingga peredarannya. Celah yang memungkinkan masuknya produk ilegal juga harus dicermati.
Sedangkan operasi pasar bertujuan melihat realitas dan pola yang ada. Sejauh ini, operasi pasar yang dilaksanakan oleh pemerintah masih dipandang sebagai langkah insidental yang reaktif menjelang Lebaran, Natal, dan tahun baru. Sebaiknya, upaya itu dilakukan secara periodik agar masalah klasik tersebut dapat dipetakan dan dilihat secara menyeluruh.
Akses untuk mendapatkan informasi dari otoritas pemerintah dibuka lebar-lebar. Hotline perlindungan konsumen yang selama ini ada harus dimaksimalkan. Iktikad baik dari distributor, toko, atau pedagang harus selalu ditingkatkan. Sebab, mereka termasuk mata rantai peredaran makanan dan minuman yang bertanggung jawab terhadap makanan dan minuman yang dijual.
Selalu menuntut konsumen berhati-hati dalam berkonsumsi rasanya tidak adil. Harus ada langkah perlindungan yang nyata dari pemerintah kepada konsumen. Penegakan hukum dengan menerapkan sanksi yang benar bagi produsen dan importer yang melanggar aturan harus dilaksanakan. Itu penting untuk mengajarkan tanggung jawab moral kepada produsen, importer, dan distributor.
Pilihan berkonsumsi ada di tangan konsumen. Konsumen yang baik adalah konsumen yang selalu memikirkan dampak konsumsinya. Misalnya, memakai produk impor yang berdampak mendesak produk lokal atau memilih produk lokal yang bermutu, yang produsennya juga beretika dalam berproduksi. Konsumen yang bijaksana selalu mempertimbangkan pola konsumsi agar dapat menciptakan keseimbangan dan keadilan bagi lingkungan.
Penulis: Retno Widiastuti
Bergiat di Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur.
Artikel ini dimuat di Harian Pagi Jawa Pos edisi Minggu 6 September 2009.