Belanja ritel di Indonesia tahun ini merosot drastis, sebagai imbas krisis keuangan dunia yang memicu terjadinya inflasi hingga 9 persen. Bahkan dipastikan pertumbuhan belanja masyarakat tidak mencapai dua digit seperti tahun lalu.
Lembaga survei Nielsen memastikan pertumbuhan belanja ritel hanya 6 persen. Hingga triwulan ketiga 2009, tercatat hanya 5,9 persen. Padahal, tahun lalu mencapai 21 persen. “Pendongkrak pertumbuhan ritel adalah Lebaran, yang tertinggi mencapai 7,8 persen, sekarang sudah sulit untuk dinaikkan,” kata Yongky Susilo, Direktur Layanan Ritel Nielsen, di Jakarta, kemarin.
Menurut Yongki, terjadinya inflasi hingga 9 persen menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan ekspansi perusahaan ritel yang mandeg. “Pembangunan hipermarket dan toko-toko modern mengalami kemacetan akibat kesulitan keuangan,” tandasnya.
Walaupun sebenarnya krisis semakin membaik, tetapi masyarakat lebih suka menabung dari pada membelanjakan pendapatannya sehingga tingkat belanja tidak besar. Dia mencontohkan, pertumbuhan belanja ritel saat Lebaran hanya 7,8 persen, padahal di 2008 peningkatannya mencapai 30 persen.
Meski pada 2010 krisis diperkirakan telah lewat, diprediksi peningkatan belanja masyarakat tidak akan langsung melonjak. “Kalaupun mencapai dua digit, kemungkinannya hanya 10 persen,” ujar Yongki.
Ketua Aprindo Jatim Abraham Ibnu mengatakan, pertumbuhan ritel di Jatim pada triwulan IV/2009 cukup berat, kendati ada momen Hari Natal. “Diperkirakan hanya kisaran 2-3 persen saja,” ujar Ibnu, Jumat (30/10).
Upaya ekspansi mungkin akan tetap dilakukan sejumlah pelaku ritel, sayangnya tidak diiringi dengan daya beli. Secara average daya beli masyarakat di Jatim, diakui, memang tumbuh namun tidak fantastis.
“Lebaran kemarin yang digadang-gadang sebagai peak session bakal dongkrak penjualan, nyatanya tidak semua dialami pelaku ritel. Mungkin karena jumlah kompetitornya semakin banyak,” jelasnya.
Buying power masyarakat di level minimarket saat Lebaran rata-rata Rp 30.000-32.000 per customer per hari, sekarang tersisa Rp 20.000. Sementara untuk level supermarket mencapai Rp 70.000, saat ini tersisa Rp 30.000 per customer.
“Banyak ritailer yang kurang happy saat Lebaran, tapi ada beberapa juga yang pertumbuhannya bagus. Kondisi ini jauh berbeda dengan tahun lalu,” imbuhnya. Aprindo menengara adanya perubahan perilaku customer. Saat ini orang lebih menekan tingkat belanjanya, khususnya di sektor ritel.
Kepala Seksi Hubungan Antarmal DPD Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Sutandi Purnomosidi menambahkan, untuk pertumbuhan ritel tertentu khususnya department store malah cukup bagus. “Matahari dan Sogo misalnya, penjualan di triwulan III/2009 tumbuh 10-18 persen,” katanya.
Secara average, untuk outlet-outlet di dalam mal pertumbuhannya bisa kisaran 10 persen. “Akhir tahun ini ada Natal, serta perayaan year end, APPBI berharap ini juga akan membantu pertumbuhan ritel di Jatim,” pungkas Direktur Marketing Pakuwon Grup ini. (surya)