Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK), menerima pengaduan konsumen pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sangat banyak di masa pandemi, hingga masuk masa transisi new normal di Kota Surabaya.
Ketua YLPK, M Said Sutomo, mengatakan pengaduan atau laporan yang masuk itu sangat banyak, dan dikirim beragam. Ada yang via telpon, email, surel, whatsApp dan website www.ylpkjatim.or.id.
Namun, hingga saat ini pengaduan itu belum ada yang dia proses. Hal itu mengingat dibutuhkan surat resmi dari pelanggan secara fisik. Barulah dari situ dia memverifikasi persoalan yang diadukan secara resmi.
“Kita tunggu suratnya konsumen. Sampai saat ini belum ada yang masuk,” ujar Said Sutomo, kepada Nusadaily.com.
Ada beragam jenis persoalan pengaduan yang dia terima. Semisal soal pelanggaran meteran. Hal itu nantinya akan bisa diketahui material meteran ada pelanggaran, kecurangan, atau kerusakan melalui kalibrasi meteran.
“Kalau kalibrasi meteran itu wewenang Badan Metrologi yang ada,” imbuhnya.
Jika pelanggaran soal kelalaian petugas dalam membaca meteran sulit dibuktikan. “Soal kelalaian petugas tidak mudah membuktikan, begitu juga salah baca meter, konsumen harus punya foto posisi meter saat petugas baca dan catat meter,” ujar Said.
Pengaduan model seperti itu mayoritas berujung pada tagihan listrik membengkak. Apakah membengkak akibat pemakaian, teknis sambungan, kerusakan atau meteran.
Untuk itu Ketua YLPK Said Sutomo, meminta pelanggan atau masyarakat mengirim surat tertulis bahwa keberatan tagihan pemakaian listrik yang membengkak kepada pimpinan UPJ PLN setempat.
“Kumpulkan bukti pembayaran 3 bulan terakhir dan foto posisi meter listrik di masing-masing rumah, kantor, atau tempat usaha. Surat komplain tertulis itu ditembuskan ke Kepala Cabang PLN Kota/Kabupaten setempat, GM Distribusi PLN Wilayah Provinsi, Dirut PLN, dan terakhir ke kami yakni Ketua YLPK JATIM di Jl. Gayungsari Timur No 35 Surabaya,” ujarnya.
Kata Said, dalam waktu 2 minggu tidak ada jawaban maka pihaknya akan melakukan pendampingan adokasi sesuai Undang – undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Pengadu Harus Cantumkan Nomor Pelanggan
Said menyarankan hal itu kepada semua masyarakat dan semua konsumen yang mengadu.
“Jangan lupa cantumkan nama pelanggan, alamat sesuai KTP, dan nomor pelanggan PLN ID nya. Kita tunggu surat konsumen,” jelasnya lagi.
Sekadar diketahui, viral di beberapa media sosial bahwa seorang pelanggan di Lawang Malang menerima tagihan listrik sebesar Rp 20 juta lebih. Pelanggan mengaku tidak memakai usaha las listrik selama masa Covid dan PSBB.
Tak hanya itu di Banyuwangi juga demikian. Di rumah salah satu artis nasional Tompi, dikabarkan menerima tagihan listrik bengkak.
Sementara meteran PLN selama pandemi tetap berada di wilayah rumah privasi pelanggan. Sehingga memunculkan dua kemungkinan, pertama kesalahan teknis atau kerusakan, yang kedua karena kesalahan pembacaan meteran atau kecurangan.
Sumber : Nusa Daily