Jakarta – Sepanjang 2008, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
(YLKI) mencatat 428 pengaduan. Enam komoditas teratas yakni
perbankan (69), listrik (54), perumahan (49), transportasi (39),
air (38), dan telekomunikasi (33).
“Pengaduan perbankan menempati urutan teratas sebesar 16,12
persen didominasi masalah kartu kredit,” kata Sudaryatmo,
pengurus harian YLKI, tentang catatan akhir tahun dan teropong
2009 di kantor YLKI Jakarta, Jumat (9/1).
Selain itu, Sudaryatmo mengungkapkan, implementasi terhadap
regulasi dan kebijakan yang berfungsi untuk melindungi dan
menjamin hak-hak konsumen justru mengalami kedodoran selama 2008.
Minimnya pasokan ketenaga-listrikan, air, dan energi,
mengindikasikan pemerintah gagal memasok produk mendasar yang
dibutuhkan masyarakat.
Sebagai contoh, pengadaan air minum melalui PDAM, di wilayah
Jakarta tercatat 56 persen penduduk yang baru mendapatkan akses
air bersih. Parahnya, 13 persen tidak memperoleh air sama sekali.
“Padahal, 90 persen warga telah mendapat akses pipa. Itu belum
terkait debit dan kualitas air,” katanya.
Terkait persoalan energi, Sudaryatmo mengkritik kebijakan
pemerintah, khususnya Pertamina yang dinilai gagal memberikan
jaminan ketersediaan energi dan BBM.
Menurutnya, janji pemerintah dan Pertamina soal konversi minyak
tanah ke elpiji tidak dibarengi distribusi dengan baik.
Akibatnya, elpiji dan minyak tanah cenderung lenyap dari pasar.
Menyangkut BBM. meski harganya diturunkan tetapi tidak diimbangi
penurunan tarif angkutan massal.
Perusahaan transportasi enggan menurunkan tarif berimbang karena
keberatan pada biaya operasional, seperti onderdil. “Kalau begini
apa guna penurunan BBM bagi masyarakat kecil yang setiap hari
bergantung pada bus kota,” kata Sudaryatmo.
Untuk itu adanya UU Pelayanan Publik menjadi kebutuhan yang tidak
bisa ditawar, sekaligus menjawab kebuntuan. “Berbasis UU ini,
warga negara sebagai konsumen mendapat kepastian layanan
birokrasi. Hak-hak warga dalam mendapatkan layanan umum harus
dideklarasikan secara tegas,” tuturnya.
Sumber : Surya