Presiden Jokowi akhirnya menaikkan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen, untuk semua kelas. Jika dilihat darj sisi intan finansial, kenaikan tersebut bisa menjadi solusi atas defisit finansial BPJS Kesehatan. Namun jika dilihat dari aspek yang lebih luas, kebijakan ini bisa memicu hal yang kontra produktif bagi BPJS Kesehatan itu sendiri.
Setidaknya ada dua hal yang bisa memicu fenomena kontra produktif, yakni: pertama, akan memicu gerakan turun kelas dari para anggota BPJS Kesehatan, misalnya dari kelas satu turun ke kelas dua, dst. Kedua, akan memicu tunggakan yang lebih masif, khususnya dari golongan mandiri, yang saat ini tunggakannya mencapai 46 persenan. Jika kedua fenomena itu menguat, maka bisa menggegoroti finansial BPJS Kesehatan secara keseluruhan.
Seharusnya, sebelum menaikkan iuran BPJS Kesehatan, pemerintah dan managemen BPJS Kesehatan melakukan langkah langkah strategis, seperti:
1. Melakukan cleansing data golongan PBI. Sebab banyak peserta PBI yang salah sasaran; banyak orang mampu yang menjadi anggota PBI. Di lapangan, banyak anggota PBI yang diikutkan karena dekat dengan pengurus RT/RW setempat. Jika cleansing data dilakukan secara efektif, maka peserta golongan mandiri kelas III langsung bisa dimasukkan menjadi peserta PBI. Dari sisi status sosial ekonomi golongan mandiri kelas III sangat rentan terhadap kebijakan kenaikan iuran.
2. Mendorong agar semua perusahaan menjadi anggota BPJS Kesehatan, atau melakukan audit perusahaan yang memanipulasi jumlah karyawannya dalam kepesertaan BPJS Kesehatan. Sampai detik ini masih lebih banyak perusahaan yang belum mendaftarkan karyawannya sebagai anggota BPJS Kesehatan dari pada yang sudah menjadi anggota;
3. Mengalokasikan kenaikan cukai rokok secara langsung untuk BPJS Kesehatan. Baru saja Menteri Keuangan menaikkan cukai rokok sebesar 25 persen. Kenaikan cukai rokok urgent dialokasikan karena dampak eksternalitas negatif rokok, seharusnya dialokasikan untuk penanggulangan aspek preventif promotif produk yang dikonsumsinya.
Jika ketiga point itu dilakukan maka secara ekstrim kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak perlu dilakukan. Atau setidaknya tidak perlu naik sampai 100 persen.
Pasca kenaikan iuran YLKI meminta pemerintah dan managemen BPJS Kesehatan untuk menjamin pelayanan yang lebih prima dan handal. Tidak ada lagi diskriminasi pelayanan terhadap pasien anggota BPJS Kesehatan dan non BPJS Kesehatan, tidak ada lagi faskes rujukan yang menerapkan uang muka untuk pasien opname.
YLKI juga mendesak pihak faskes, khususnya faskes rujukan untuk meningkatkan pelayanan, dengan cara melakukan inovasi pelayanan di semua lini, baik layanan di IGD, poli klinik dan instalasi farmasi.
Demikian. Terima kasih
Wassalam,
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI.
Source: YLKI