Jika Menkes ingin menekan harga obat ke level yang lebih murah, maka Menkes harus mendorong untuk mengurangi impor bahan baku obat dan membuka keran bagaimana industri bahan baku obat bisa difasilitasi di Indonesia.
Melanjutkan rilis YLKI kemarin 26/11/19 terkait wacana Menkes Terawan yang akan mengambil alih perizinan obat (pengawasan pra pasar), untuk menekan mahalnya harga obat.
Wacana tersebut menunjukkan Menkes tidak paham persoalan hulu masalah obat dan persoalan industri farmasi. Bahwa masalah utama mahalnya harga obat jelas bukan masalah perizinan, tapi masalah bahan baku obat–yang hampir 100 persen masih impor, dan rantai distribusi obat yang sangat panjang. Bahkan dugaan adanya mafia impor obat inilah pemicu mahalnya harga obat.
Jadi kalau Menkes ingin menekan harga obat ke level yang lebih murah, maka Menkes harus mendorong untuk mengurangi impor bahan baku obat dan membuka keran bagaimana industri bahan baku obat bisa difasilitasi di Indonesia. Masak kalah sama Thailand? Juga membuat distribusi obat bisa lebih sederhana. Bahkan memberantas adanya dugaan mafia impor bahan baku obat.
Bisa dijamin jika pengambilalihan perizinan obat oleh Menkes, tidak akan mampu menurunkan harga obat, karena duduk persoalannya memang bukan pada perizinan. Alih alih perizinan di Kemenkes malah menjadi masalah baru, dan harga obat malah kian mahal.
Wassalam,
Tulus Abadi Ketua Pengurus Harian YLK
Sumber gambar: ichef.bbci.co.uk
Source: YLKI