Pada 2019, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengkaji aturan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Tujuannya, untuk menekan laju konsumsi gula berlebih yang menyebabkan diabetes dan prevalensi penyakit menular yang mematikan.
Sayangnya hingga 2024, aturan MBDK tidak kunjung diterapkan “Sudah hampir 5 tahun penerapan MBDK di Indonesia tidak kunjung direalisasikan,” kata Sekretaris Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, Mukharrom Hadi Kusumo, SH, MH, Rabu (10/1/2024).
Padahal, lanjut mukharrom, keberadaanya cukai MBDK ini sudah sangat urgen, mengingat jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia diperkirakan sudah mencapai 29,5 juta dengan peningkatan dua kali lipat yang diderita usia muda.
“Dan itu disebabkan tingginya konsumsi gula penduduk Indonesia yang mencapai 5,5 persen konsumsi gula lebih dari 50 gram per hari. Ironisnya, terbanyak dilakukan anak-anak dan remaja yakni 25,9 persen di usia kurang dari 17 tahun,” tegasnya coba memaparkan data Survei Konsumsi Minuman Berpemanis Kemasan yang dilakukan YLPK di 10 kota di Indonesia pada 2023 lalu.
Mukharrom menguraikan tingginya konsumsi gula masyarakat, salah satunya disebabkan kemudahan akses MBDK karena ketiadaan aturan produksi dan distribusi “Padahal dengan regulasi yang mengatur pemasaran produk-produk berpemanis, khususnya kepada anak-anak dan remaja sebenarnya dapat mengurangi dampak pemasaran agresif,” tegasnya.
Mukharrom lantas mencontohkan, perubahan harga dapat mempengaruhi perilaku konsumen minum minuman berpemanis kemasan. Beberapa studi empiris menunjukkan bahwa cukai dapat mengurangi konsumsi makanan yang tidak sehat sehingga akan berdampak luas pada kesehatan masyarakat
Sayangnya pemahaman masyarakat tentang cukai masih terbatas. Namun dari hasil Survei Konsumsi Minuman Berpemanis Kemasa menunjukkan pendukung kenaikan cukai sebanyak 51 persen. “Hal ini tentu sebagai upaya pengendalian konsumsi. Dan peningkatan pemahaman ini dapat mempengaruhi keputusan pembelian dan perilaku konsumsi,’ tegasnya.
Untuk itulah Mukharrom mengingatkan, penerapan cukai sangatlah penting, karena pengenaan cukai pada MBDK dapat mengurangi beban pembiayaan pemerintah terhadap penanganan penyakit tidak menular yang ditimbulkan seperti diabetes. “Ingat, tarif cukai yang rendah tidak menghasilkan dampak yang signifikan. Pendapatan cukai bisa dialokasikan untuk meringankan beban BPJS kesehatan. Pemerintah harus membuat regulasi untuk mengaturnya,” ujarnya.
Untuk itu YLPK merekomendasikan, kepada Pemerintah harus segera menindaklanjuti penerapan cukai MBDK tahun ini sebagai langkah mengontrol pola konsumsi dan mencegah prevalensi diabetes pada anak-anak dan remaja.
“Juga penerapan cukai MBDK yang lebih tinggi dari 25 persen berdasarkan kandungan gula tanpa pengecualian secara komprehensif,” tugasnya.
Selain tentunya, Pemerintah harus membuat peraturan dan kebijakan mengatur MBDK pada anak-anak dan remaja yang dapat membantu mengurangi dampak pemasaran agresif, termasuk informasi label yang dapat menyesatkan
“Pemerintah harus hadir melindungi kesehatan konsumen dengan segera melakukan penerapan cukai terhadap MBDK,” tandasnya.
Sumber : DUTA