Masih ingat dengan Yun Siska Rochani (29 tahun), korban pembunuhan yang dilakukan oleh mitra driver atau pengemudi taksi online berbasis aplikasi?
Yun Siska Rochani merupakan marketing wedding organizer (WO) di Jakarta. Dia tewas di tangan driver taksi online. Pelaku pembunuhan Yun Siska Rochani diketahui kakak beradik dan ditangkap oleh Polres Bogor di kediamannya di kawasan Tajurhalang, Kabupaten Bogor.
Awalnya, korban mengorder taksi online pada Minggu (18/3/2018) di Jakarta Selatan menuju hotel di Kawasan Jakarta. Rupanya, pelaku yakni FH dan FD tak langsung mengantar korban ke tujuan. Melainkan dibawa berputar-putar sampai ke Kawasan Tol Jagorawi.
Pelaku pun mengajak korban menuju rest area di daerah Sukaraja. Saat di rest area Sukaraja, pelaku langsung melancarkan aksinya dengan merampas barang korban. Kemudian saat di rest area daerah Sukaraja, korban dimintai uang Rp 20 juta dan dirampas barang-barangnya.
Karena tak memiliki uang, lantas korban langsung dibunuh dengan cara dicekik hingga tewas. Korban juga diikat tangannya. Jasad korban dibuang di depan Perumahan CGA, Kabupaten Bogor pada dini hari. Jasad Siska sendiri baru ditemukan warga sekitar sekira pukul 07.00 WIB.
Atas peristiwa tersebut, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jawa Timur, Said Utomo mendesak agar Pemerintah segera merealisasikan stikerisasi kepada mobil mitra driver taksi online.
“Itu membuktikan bahwa stikerisasi transportasi online untuk memastikan legalitasnya sangat penting. Jika itu transportasi dengan akses aplikasi yang ada sekarang, maka perusahaan aplikator harus bertanggungjawab. Mungkin data kendaraan dan pengemudi beda dengan data yang muncul dalam tampilan layar aplikasi,” jelas Said Utomo kepada SurabayaPost.id, Jumat 23 Maret 2018.
Jika terjadi perbedaan antara data kendaraa dan pengemudi yang muncul di tampilan layar aplikasi, maka Said Utomo menegaskan bahwa itu sudah menjadi kebohongan public dan bisa dijerat dengan UU ITE.
“Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu menghukum pelaku usaha jasa informasi aplikasi pemesanan transportasi ini denga dijerat Pasal 28 ayat 1 UU ITE Jo. Pasal 45A ayat (1) karena menyebarkan informasi bohong dan menyesatkan dalam transaksi sehingga merugikan konsumen. Ancamannya pidana 6 tahun dan denda Rp 1 miliar,” papar Said Utomo.
Selain tindakan hukum di atas, berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah khususnya pasal 407 dan 408 yang memberikan kewenangan pengaturan dan pelaksanaan Undang-Undang No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) bagi Pemerintah Provinsi, maka Pemerintah Provinsi dapat menjerat pelaku usaha aplikator/jasa informasi pelayanan transporasi online denga UU Perlindungan Konsumen,” tegas Said Utomo.
Sumber : Surabayapost.id