Mengejutkan ! Putusan majelis hakim Pengadikan Negeri (PN) Surabaya atas gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat (1) huruf c, yang dilakukan oleh konsumen (Ferdian Kurniawan Budiyanto SE/penggugat) terhadap Presiden Direktur PT Pakuwon Jati, Tbk (tergugat) dinyatakan prematur di ruang Garuda 2 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (25/3/2019).
Dalam perkara Perdata No. 936/Pdt.G/2018/PN.Sby dengan gugatan PMH ini,
penggugat menghadirkan saksi ahli, Prof. Dr. Indrati Rini, SH., MS, ahli hukum perlindungan konsumen, dan dua saksi yakni Sugeng Hardjo dan Harioyono.
Muhammad Said Sutomo, Ketua Yayasan Perlindungan Konsumen Jawa Timur (YLPK) Jatim didampingi Mukharrom Hadi Kusumo, SH menyatakan, dalam pembacaan putusan majelis hakim perkara nomor 936, ternyata memanipulasi keterangan para saksi dan saksi ahli Prof. Dr. Rini Indrati, SH. MSi.
“Dikatakan sebagai saksi yang dihadiran oleh tergugat, padahal para saksi dan saksi ahli tersebut dihadirkan oleh penggugat, kuasa hukum konsumen yaitu advokat YLPK Jatim. Ada apa ini ya ? Orang bisa menilai dengan dugaan majelis Hakim tidak profesional,” ucap Said Sutomo.
Atas putusan tersebut, Said Sutomo didampingi Mukharrom akan menempuh upaya banding. “Kami akan banding mas,” cetusnya.
Dalam persidangan, kuasa hukum Said Sutomo dan Mukharrom sempat memprotes hakim ketua Dwi Winarko yang membacakan putusannya, karena beberapa kali menyebutkan bahwa tergugat (Pakuwon Jati) telah menghadirkan saksi ahli, Prof. Dr. Indrati Rini, SH., MS, ahli hukum perlindungan konsumen, dan dua saksi fakta yakni Sugeng Hardjo dan Harioyono.
“Maaf majelis hakim, sebenarnya yang mengajukan dua saksi dan saksi ahli adalah pihak penggugat,” celetuknya.
Setelah ditegur oleh kuasa hukum penggugat (konsumen), bahwa yang menghadirkan saksi ahli dan dua saksi fakta di persidangan adalah dari pihak penggugat dan bukan tergugat.
Justru, hakim ketua Dwi Winarko dengan entengnya mengatakan, hanya salah mengucapkan saja. “Maaf, saya salah membaca tulisan. Maksud saya adalah saksi ahli dan dua saksi fakta dihadirkan oleh penggugat,” ungkap Dwi Winarko.
Dalam amar putusannya, hakim ketua Dwi Winarko menegaskan, bahwa gugatan PMH yang dilakukan penggugat (konsumen) terhadap tergugat (PT Pakuwon Jati) tidak dapat diterima dan dianggap prematur.
Alasannya, penggugat baru membayar uang muka 40 persen atau senilai Rp 661 juta dan sisanya Rp 992 juta belum dibayarkan pada tergugat. “Untuk menghindari putusan yang sama, karena subyek dan obyeknya sama. Maka, gugatan PMH konsumen ini adalah prematur dan tidak dapat diterima,” katanya.
Putusan hakim ini terasa agak janggal, mengingat putusan pada perkara No.931/Pdt.G/2018/PN. SBY pada Senin, 18 Pebruari 2019 lalu, telah menghukum penggugat (Pakuwon Jati) untuk mengembalikan uang tergugat (konsumen/Ferdian) sebesar Rp 661 juta.
Atas putusan ini, pihak Pakuwon Jati sebagai penggugat mengajukan upaya banding dan masih menunggu hasil putusan banding dari Pengadilan Tinggi (PT) nantinya.
Sumber : Media Surabaya Rek