Kustomer apartemen SIPOA akhirnya mengadu ke YLPK Jatim buntut dugaan penipuan yangvdilakukan managemen apertemen SIPOA. Sedikitnya ada 12 kustomer yang mengadukan kasus hukum dugaan penipuan apartemen SIPOA, ditaksir nilai kerugiannya mencapai Rp 2,6 M lebih.
Seperti yang diungkapkan Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Tinur, M. Said Utomoni, kasus ini akibat kelemahan pemerintah daerah kota/kab, provinsi, maupun pemerintah pusat yakni Kementerian PU & Perumahan Rakyat RI yang dalam hal ini tidak care dan serius dalam upaya melindungi masyarakat kustomer.
“Mereka yang notabene adalah rakyatnya sendiri berdasarkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Didalam ketentuan pasal 42 ayat 2 UU tersebut menegaskan bahwa perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pd ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian,” terang Said saat dihubungi media ini, Minggu (3/6).
Hal-hal yang menyangkut kepastian dalam UU itu lanjut Said, yang pertama terkait status pemilikan tanah, Hal yang diperjanjikan, Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk, Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum, serta Keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).
“Ini regulasi yang berlaku bagi developer perumahan. Sedangkan regulasi bagi developer apartemen (rumah susun) spt diatur dalam UU No. 20/2011 ttg Rumah Susun, pasal 42 ayat (2) menegaskan, bahwa dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan Rumah susun dilaksanakan,” urai dia.
Said menambahkan, yang dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan se-kurang-kurangnya harus memiliki pertama Kepastian peruntukan ruang, yang kedua soal kepastian atas hak tanah, ketiga kepastian status penguasaan rumah susun, selanjutnya tentang perizinan pembangunan rumah susun dan yang terakhir masalah jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.
“Umumnya para developer perumahan maupun apartemen memasarkan ke konsumen via pameran, baliho, brosur ataupun iklan di media cetak maupun elektronik sblm melengkapi atau memenuhi persyaratan tersebut,” tukas Dia.
Namun kondisi seprti ini justru dibiarkan oleh pemerintah dan REI. Padahal kata dia, di dalam ketentuan UU PK pasal 8 ayat (1) huruf a ditegaskan, bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yg dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, sambung Dia.
“Dan pasal 9 ayat (1) huruf e, juga menegaskan bahwa pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah barang dan/atau jasa tersebut tersedia. Jika terbukti, sanksinya ancaman pidana paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 Miliar,” pungkas Said.
Untuk diketahui berdasarkan informasi yang dihimpun media ini , kabarnya penjualan apartemen hanya untuk orang dari China yang beli apartemen yang telah mendapatkan KTP dan KK WNI, meski perlu tabayyun atau penyelidikan dulu, tutup Said menyudahi wawancaranya.
Sumber : Jurnal Berita