YLPK Jatim Soroti Jebakan “Jebakan BATMAN” Developer Perumahan dan Apartemen

Satu dasawarsa terakhir ini (2011-2021) semakin banyak promosi/iklan perumahan dan rumah susun kerennya apartemen yang tidak memenuhi Standar Pemasaran Minimal Pemasaran (SPM) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU Perumahan) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Akibatnya menelan korban konsumen menjadi massif.

Sehubungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) mengadakan Diskusi tentang Penyelenggaraan Rumah Umum dan Komersial pada Wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang mengambil tema “Penyederhanaan Perizinan dan Penyediaan Lahan Rumah Umum dan Komersial”, tanggal 25-27 November 2021, di Hotel Kokoon Banyuwangi Jatim, maka YLPK Jatim selain mengapresiasi kegiatan tersebut juga mengingatkan kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah bahwa hasil diskusi tersebut jangan sampai membuka Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) Para Developer Perumahan dan/atau Apartemen yang semakin Terstruktur dan Tersistem sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat konsumen semakin massif.

Standar Pemasaran Minimal (SPM) bagi Perumahan yang belum dibangun berdasarkan UU Perumahan Pasal 42 ayat (1) s/d ayat 3, bahwa Pelaksana Pembangunan dalam memasarkan/mempromosikan/mengiklankan di media cetak maupun media elektronik wajib dengan cara memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur kepada konsumen baik promosi itu melalui brosur/pamflet maupun baliho outdoor di jalan-jalan. SPM itu diatur dalam UU Perumahan Pasal 42 ayat (1) s/d ayat (3) itu menegaskan sebagai berikut:

Ayat (1)  Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2)  menegaskan: Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:

  1. status pemilikan tanah;
  2. hal yang diperjanjikan;
  3. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk;
  4. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan
  5. keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).

Selanjutnya ayat (3)  menegaskan: Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Sedangkan Standar Pemasaran Minimal (SPM) dalam Pemasaran Rumah Susun/Apartemen berdasarkan UU RI No. 20/2011 Tentang Rumah Susun (UU Rumah Susun) menegaskan: Dalam Pemasaran dan Jual Beli Rumah Susun, berdasarkan Pasal 42 UU Rumah Susun/Apartemen ayat (1) s/d ayat (3) menegaskan: Ayat (1)  Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan. Namun demikian, ayat (2)  mengatur: Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki:

  1. kepastian peruntukan ruang;
  2. kepastian hak atas tanah;
  3. kepastian status penguasaan rumah susun;
  4. perizinan pembangunan rumah susun; dan
  5. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.

Kemudian ayat (3) menegaskan: Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (2), segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan dan/atau agen pemasaran mengikat sebagai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) bagi para pihak. Oleh karena itu dalam proses jual beli rumah susun diatur dalam pasal 43 dan pasal 44 yang menegaskan:

Pasal 43 mengatur: Ayat (1)  Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris. Selanjut di ayat (2) menegaskan: PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas:

  1. status kepemilikan tanah;
  2. kepemilikan IMB;
  3. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
  4. keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh persen); dan
  5. hal yang diperjanjikan.

Pasal 44 mengatur: Ayat (1)  Proses jual beli, yang dilakukan sesudah pembangunan rumah susun selesai, dilakukan melalui akta jual beli (AJB).

(2)  Pembangunan rumah susun dinyatakan selesai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila telah diterbitkan: a. Sertifikat Laik Fungsi; dan b. SHM sarusun atau SKBG sarusun.

Jika dalam promosi/iklan melalui media apapaun terbukti bahwa kegiatan pemasaran perumahan dan pemasaran rumah susun/apartemen tidak memenuhi standar minimal persyaratan pemasaran yang wajib dimiliki oleh pelaksana pembangunan/developer sebagaimana diatur di dalam UU Perumahan dan UU Rumah Susun di atas, maka konsumen dapat menggugat PMH kepada developer dengan dugaan melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) Pasal 8 ayat (1) huruf a, Juncto Pasal 62 ayat (1) UUPK.

Sanksinya adalah diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2 Miliar. Setidak-tidaknya dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan izin usaha. Meskipun demikian, YLPK Jatim berharap ke kepada masyarakat konsumen agar: TELITI SEBELUM MEMBELI, WASPADA SEBELUM TERPEDAYA! Dengan menggunakan literasi peraturan perundang-undangan di atas. Karena konsumen terpedaya pada pasca transaksi, maka akan membutuhkan biaya lebih besar untuk pemulihan kembali hak-hak konsumen.