YLPK Jatim mendukung Pemerintah ikut mengatur uang muka kredit motor bagi konsumen. Akibat selama ini tidak diatur oleh Pemerintah tentang besaran uang muka kredit motor maka pemberian kredit motor diberikan oleh lembaga pembiayaan lebih banyak tidak berdasarkan pada kemampuan dan kesediaan membayar konsumen sehingga banyak kredit motor macet dan maraknya debt collector yang melanggar aturan dan etika.
Beberapa pengaduan konsumen yang masuk ke YLPK Jatim, justru konsumen dipersulit untuk mendapat motor, mobil bahkan bus jika membeli dengan cash. Konsumen malah dikondisikan dan digiring untuk melakukan kredit daripada membayar dengan cash.
“Para mengadu kesulitan mendapatkan motor, mobil dan bus yang dipesan seketika itu meski sudah bayar cash, kendaraan yang dipesan dibilang belum ada, harus tunggu (inden) minim dalam waktu sampe tiga bulan, tapi jika kredit, kendaraan yang dipesan langsung dikatakan ada”, ujar Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, Said Sutomo.
Oleh karenanya, Said Sutomo menolak pernyataan Kepala Divisi Keuangan PT Toyota Astra Finance (TAF), Surjani Slamet, (TEMPO.com, 19 Maret 2012/sekitar jam 09.00) yang menilai pemerintah seharusnya memberi keleluasaan bagi lembaga keuangan untuk menentukan skema kredit kendaraan bermotor. Menurut dia penentuan besaran uang muka kredit kendaraan tak perlu ditentukan oleh pemerintah. Sebaiknya pemerintah berfokus pada manajemen resiko serta cadangan dana yang dimiliki lembaga pembiayaan.
Bagi Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, “Pemerintah perlu mengatur DP (down payment), agar kesediaan dan kemampuan membayar konsumen bisa terukur sehingga mampu menyelesaikan kewajibannya dengan baik. Keresahan konsumen terhadap maraknya debt collector akibat tidak terukurnya kesediaan dan kemampuan membayar konsumen. Sehingga marak debt collector dari lembaga pembiayaan tidak professional dalam melakukan penagihannya kepada konsumen”, tegas Said Sutomo.
Selama ini beberapa lembaga kredit memberikan uang muka sangat rendah terutama bagi kredit sepeda motor, ditengarai lebih banyak digunakan sebagai jebakan kredit macet sehingga perusahaan lembaga pembiayaan mampu mengeruk keuntungan lebih besar daripada keuntungan pembayaran dengan cash. Keuntungan yang diperoleh berupa sepeda kendaraan “rampasan” debt collector di tengah jalan, uang kreditan hangus dll.
Seperti kita ketahui bahwa Peraturan Kementerian Keuangan yang mensyaratkan uang muka kredit kendaraan bermotor oleh lembaga pembiayaan non-bank minimal 20 persen dari harga jual. Besaran uang muka itu diberikan untuk kredit motor dan mobil niaga. Sementara uang mobil pribadi diatur minimal 25 persen dalam PMK tersebut.
Bersamaan dengan itu, Bank Indonesia mengeluarkan Surat Edaran No.14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 yang menetapkan persentase minimal uang muka kredit sepeda motor yang diberikan bank sebesar 25 persen.
Sumber : Tempo