Dari hasil rapat Paripurna DPR RI memastikan kenaikan tarif dasar listrik akan diberlakukan. Hal itu setelah Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS, Anis Matta selaku ketua sidang mengetuk palu pertanda RUU APBN disahkan tanpa melalui proses lobi.
Artinya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merestui rencana kenaikan TDL yang tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2013.
“Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun anggaran 2013 disahkan,” kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS, Anis Matta saat memimpin rapat paripurna DPR, di Jakarta, Selasa (23/10/2012).
Sementara Menteri Keuangan, Agus Martowaradojo memastikan, kenaikan TTL sebesar 15 persen tidak berlaku untuk konsumen rumah tangga ukuran 450 volt ampere (VA) dan 900 VA.
“Kenaikan tarif tidak berlaku pada masyarakat yang menggunakan listrik 450 VA dan 900 VA. Jadi masyarakat yang di posisi relatif rendah secara ekonomi tidak akan dilakukan perubahan harga listrik,” kata Agus.
Menurutnya, penyesuaian tarif listrik berlaku pelanggan di atas 900 VS usai DPR RI merestuai anggaran listrik di APBN 2013 mencapai Rp 80,9 triliun. Akibat penyesuaian tarif listrik, pemerintah akan mendapat anggaran lebih untuk pembiayaan di sektor infrastruktur
Tolak Kenaikan TDL
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Apalagi bila kenaikan TDL dikaitkan dengan subsidi energi yang kian melambung.
“Untuk menghindari subsidi energi yang kian melambung, saya kira tidak bisa dihindari,” jelas pengurus harian YLKI Tulus Abadi kepada Tribunnews.com, Selasa (23/10/2012) menanggapi rencana kenaikan TDL tahun depan.
Oleh karena itu Tulus menyatakan, harus diimbangi dengan reformasi pelayanan pelanggan yang serius di interen managemen PT PLN. “PT PLN harus lebih banyak memanusiawikan pelanggannya,” ujarnya.
Lebih lanjut Tulus Abadi berpendapat, yang lebih urgent sebenarnya untuk dinaikan adalah harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. “Subsidi listrik sudah relatif tepat sasaran,” tegas dia.
Sementara, Menurut Ketua Harian Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta, persoalannya bukan dari kenaikan jumlahnya, tetapi biaya-biaya yang selama ini ditanggung masyarakat sudah cukup tinggi.
“Listrik merupakan aspek paling vital dalam rutinitas kehidupan manusia, sehingga bila terjadi kenaikan tentunya semakin membebani masyarakat pada kehidupan sehari-hari,” kata Tutum Rahanta di Jakarta, Selasa (23/10).
Ada sejumlah asosiasi yang menolak kenaikan TDL yakni Asosiasi Pemilik Merek Lokal Indonesia (AMIN), Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), Gabungan Elektronika (Gabel), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
Kemudian Asosiasi Mebel Indonesia (Asmindo), The Indonesian Iron and Steel Industry Associations (IISIA), Asosiasi Industri Sarung Tangan Karet Industri, Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Asosiasi Industri Kemasan, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), UKM-Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serta Forum Industri Pengguna Gula (FIPG).
Menurut Ketua Umum AMIN Putri K Wardani, rencana kenaikan TDL bisa menyebabkan biaya produksi melonjak, dan akan berdampak terhadap daya saing produk lokal.
“Lebih baik pemerintah menghapus subsidi pelanggan PLN dengan daya 450-900 kWh yang jumlahnya mencapai sekitar 40 juta pengguna. Apabila dihapus, maka kenaikan beban biayanya sekitar Rp4.000-5.000 per bulan.”
Sumber : Tribun