Drs Muhammad Said Sutomo, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur, memngaku heran menyaksikan proses hukum yang menjerat Stella Monica. Apalagi dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian sampai persidangan Stella Monica disebut sebagai ‘mantan konsumen’.
“Ini bisa menjadi preseden buruk dalam dunia hukum kita. Sebagai ketua lembaga perlindungan konsumen, saya protes keras. Enggak benar itu, ini enggak berdasarkan hukum. JPU tidak mau belajar tentang Undang-Undang Konsumen. Atau sebaliknya, JPU hanya menghindari Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” kata Pak Said, panggilan akrabnya kepada duta.co, Selasa (2/11/21) .
Mantan Ketua GP Ansor Pasuruan ini, menjelaskan, bahwa, kasus yang dialami Stella ini, bermula ketika dia mengunggah curhatan soal kondisi wajahnya usai menjalani perawatan selama tujuh bulan di L’Viors Beauty Clinic lewat Instagram, 27 Desember 2019 lalu.
Katanya, dia sudah berkali-kali mengeluh ke klinik tersebut, tetapi, tidak ada tanggapan. Lalu, dia unggah foto wajahnya bersama tangkapan layar berisi percakapan dengan orang yang menyarankan obat tertentu untuk wajahnya. Ternyata, teman-temannya merespons dengan pengalaman yang sama.
Pendapat Hukum
Pihak klinik tidak terima. Somasi kepada Stella berujung pelaporan ke Polda Jatim. Padahal Stella sudah melakukan negosiasi dan sudah mengunggah video permintaan maaf juga. Lalu, 7 Oktober 2020, Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Jatim mendatangi rumah Stella dan menyerahkan surat penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan kasus pencemaran nama baik.
“Lho kok bisa dia yang jadi tersangka? Mestinya polisi lidik standar perlakuan klinik, apakah sudah benar atau tidak? Ibarat bus kecelakaan, jangan periksa penumpang yang teriak-teriak kesakitan. Tetapi, selidiki bus-nya, kenapa? Jangan-jangan rem-nya blong, atau sopirnya mabuk?” tegas Ketua YLPK Jatim ini.
Dalam persidangan Stella, warga Surabaya itu terkena Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 45 ayat 3 UU RI Nomor 19 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dengan ancaman hukuman pidana 1 tahun penjara dan denda Rp10 juta subsider 2 bulan kurungan.
Stella sendiri tidak terima. Ia melapor ke Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Menurutnya konsumen seperti dia bisa terhindar dari tindakan kriminalisasi korporasi. “Kami berharap ke depan tidak ada lagi kasus semacam ini, nggak ada Stella-Stella lain. Kalau kita biarkan, sangat bahaya bagi konsumen. Menulis review sedikit saja berujung pidana,” tambah Pak Said.
Dalam sidang di PN Surabaya, Rista Erna Soelistiowati Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam membacakan tuntutannya masih menyebut Stella sebagai ‘mantan konsumen’. “Lucu, JPU dalam persidangan menggunakan istilah ‘mantan konsumen’. Karenanya, YLPK Jatim mengirimkan legal opinion (pendapat hukum) dalam kasus Stella Monica. Jangan sampai kasus ini menjadi preseden buruk di PN Surabaya,” pungkasnya.
Sumber : Duta