Orang Asing Dapat Subsidi

No comment 626 views

            Setiap dalam kunjungan ke luar negeri Presiden SBY selalu dapat respons positif dari pimpinan negara lain. Baik dalam masalah keberhasilannya membangun demokrasi politik maupun ekonomi. Seperti pada umumnya setiap orang asing yang datang ke Indonesia selalu memberikan pujiannya kepada bangsa Indonesia terutama tentang keramahtamahannya. Terlepas keramahtamahannya itu karena perasaan minder, kagum atau karena lainnya.

Hans Antlov, karyawan World Bank yang sudah lama berdomisili di Indonesia mengatakan kepada saya setelah memberikan presentasinya pada 29 Juni 2012 di Surabaya, bahwa hidupnya di Indonesia terasa nyaman. Saya pikir kenyamanan yang dirasakan itu karena keramahtamahan bangsa Indonesia. Ternyata bukan, tapi karena hidupnya di Indonesia bersama keluarga dan orang-orang asing lainnya dapat subsidi dari Pemerintah Indonesia.

Saya balik bertanya, bagaimana mungkin Anda dapat subsidi dari pemerintah? “Dari BBM setiap hari yang saya konsumsi,” jawabnya singkat sambil tertawa seraya menegaskan bahwa jumlah subsidi yang ia terima perbulannya tidak kurang dari Rp. 2 juta.

Dari pertanyataan ini bisa dibayangkan berapa jumlah orang asing yang ada di Indonesia? Berapa jumlah subsidi yang dinikmati mereka? Di sisi lain masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di pedesaan dan di pulau-pulau terpencil yang selama hidupnya tidak pernah menikmati subsidi dari pemerintah.

Anehnya banyak kalangan berkoar-koar menentang kapitalisme dan neoliberalisme tapi dibalik itu semua tampa disadari ketika menolak pencabutan subsidi energi fosil (BBM) malah justru ingin menyantuni orang-orang asing yang kapitalis dan liberal yang bekerja di Indonesia dalam mengkonsumsi BBM untuk kebutuhan kendaraan pribadinya.

 

Penikmat Subsidi Energi.

Ternyata para penikmat kebijakan subsidi energi selama ini bukan orang-orang miskin seperti yang menjadi jargon para politikus pada umumnya. Namun justru hanya memberikan kenikmatan para kapitalisme untuk mengeruk keuntungan maksimal melalui subsidi BBM. Hal ini bisa dilihat dari beberapa cara pemerintah dalam mensubsidi energi selama ini.

Dari kategorisasi jenis subsidi energi menurut Oschinski (2008) dapat dibagi menjadi dua. Pertama, subsidi secara eksplisit yaitu subsidi yang dibiayai oleh pemerintah seperti subsidi kepada harga BBM yang hanya dinikmati oleh kalangan masyarakat berada di perkotaan dan orang-orang asing yang bermukim di Indonesia. (Rachmawan Budiarto, 2011).

Kedua, subsidi implisit yaitu subsidi yang dijalankan dengan menekan harga di tingkat produsen melalui berbagai mekanisme, seperti melakukan overvalued terhadap kurs mata uang domestik dan melakukan kontrol terhadap harga. Intervensi pemerintah terhadap nilai tinggi kurs mata uang domestik umpamanya akan membuat murah berbagai komoditi impor sehingga menguntungkan konsumen. Namun akan membuat produsen domestik lebih fokus kepada pasar domestik karena barangnya menjadi kurang kompetitif di pasar internasional.

Masalahnya, konsumen dan produsen dari kalangan mana penikmat dari dua kategori kebijakan subsidi tersebut? Tentu para konsumen dari kaum kapitalis. Bukan konsumen dari kalangan petani yang sekaligus sebagai produsen pertanian. Ketakseimbangan antara posisi para petani selaku produsen dan selaku konsumen akhir produk dan jasa untuk kebutuhan hidup sehari-harinya semakin dicekik oleh kebijakan subsidi itu.

Apalagi hasil pertanian impor semakin membanjiri di pusat-pusat pembelanjaan di tanah air kita. Larangan impor buah-buahan impor masuk ke Indonesia umpamanya hanya membuktikan kepanikan pemerintah karena menyadari kesalahan kebijakan yang telah dilakukan sebelumnya. Maka, nasib para petani dan masyarakat miskin pinggiran di pedesaan dan yang hidup di pulau-pulau terpencil semakin dikucilkan dari kebijakan subsidi itu.

 

Reformasi Subsidi Energi.

Dalam upaya membangun ekonomi Indonesia secara berkelanjutan, maka wacana subsidi terhadap suplay dan demand selalu mengundang reaksi menjadi topik yang seksi di permukaan publik. Apalagi dalam kondisi saat ini, semua warga perkotaan telah memiliki kendaraan pribadi sepeda motor dan roda empat. Pemilik kendaraan pribadi roda empat bisa dipastikan juga memiliki sepeda motor. Sedangkan pemilik kendaraan pribadi sepeda motor belum tentu memiliki kendaraan pribadi roda empat. Maka menjadi jelas, dari kelompok masyarakat mana yang paling boros menguras subsidi dari harga BBM?

Hal ini dikarenakan dampak subsidi energi sekaligus menjangkau di tiga dimensi utama pembangunan nasional: aspek ekonomi, kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Subsidi energi secara teoritis memang dibenarkan manakala membawa kesejahteraan sosial yang nilainya melampuai biaya ekonomi dan lingkungannya. (Ibid, 2011). Karenanya publik bisa mempertanyakan, apakah capaian kebijakan subsidi BBM itu telah dapat dihasilkan?

Reformasi subsidi BBM mengharuskan peninjauan ulang terhadap pola subsidi atau stimulan berbagai bentuk secara besar-besaran yang diberikan selama ini, termasuk pada batu bara. Berdasar berbagai pertimbangan, subsidi BBM bisa saja dihilangkan, dikurangi, ataupun dipertahankan. Namun, apa pun langkah yang ditempuh, reformasi subsidi energi (BBM dan batu bara) harus diletakkan dalam kerangka reformasi ekonomi dan sosial yang luas.

Para penikmat subsidi telah begitu massif, karenanya subsidi sulit dihapuskan terutama dari kalangan “pecandu” subsidi yang lebih boros dalam perharinya. Di berbagai negara langkah penghapusan subsidi energi menemui penentangan sangat kuat. Namun demikian, selalu dilakukan langkah untuk menjawab penentangan itu sebagai suatu tantangan bukan sebagai suatu ancaman. Tapi rupanya Pemerintah Indonesia lebih melihatnya sebagai ancaman daripada sebagai tantangan. Memang dari kacamata militer adanya penentangan terhadap pemerintah selalu dianggap sebagai ancaman!

 

Oleh: M. Said Sutomo

Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK)

Jawa Timur