Pemkot Tidak Konsen Terhadap Perlindungan Konsumen Perumahan dan Apartemen

Pengaduan konsumen atas ketidakpuasan dalam membeli perumahan atau apartemen, pemerintah selalu berusaha melindungi konsumen. Sejak 2019 terbitkan Permen PUPR No 11. Tahun 2019 tentang sistem perjanjian jual beli dan peraturan kami angkat menjadi PP No 12. Tahun 2021.

Ir RM Bambang Setiawan, tenaga ahli di Kementerian PUPR Direktorat Rumah Umum dan Komersial menyatakan,  mengenai sistem perjanjian jual beli ini, tercantum dalam pasal 22 – 22 P.

“Mohon teman teman atau calon konsumen dipelajari. Karena di situ, ada hak hak konsumen agar memperhatikan apa yang diwaspadai, sebelum memesan atau bertransaksi,” ucapnya.

Menurut Bambang, paling banyak konsumen mengadukan masalah tidak dipenuhinya ketentuan peraturan itu, contoh dalam pemasaran mereka sudah meminta pembayaran, tidak ada kepastian kapan proyek itu akan dibangun.

Konsumen merasa sudah bayar, tetapi tidak ada progres pembangunan. Akhirnya, mereka minta uangnya dikembalikan. Tetapi, pelaku pembangunan tidak mau mengembalikan begitu saja.

Tetapi, pelaku pembangunan melakukan pemotongan dan lainnya, sehingga konsumen dirugikan.

Ketika masuk perjanjian jual beli, harus dipastikan yang dijual belikan ini tanahnya siapa, dan harus tanahnya penjual melalui pelaku pembangunan. Ijin mendirikan bangunan (IMB) sudah ada atau belum, kepasitan adnaya pendana, harga jual, ukuran tanah, kapan serah terima, IJB dan lainnya.  Hal itu semuanya harus dicantumkan.

“Jangan terkecoh dengan janji, kalau beli ini pasti untung. Nyatanya, ketika pandemi Covid-19 ini, masalah banyak terjadi. Pada teman teman calon konsumen maupun investor, lebih berhati hati dan mewaspadai sebelum transaksi. Diyakini dulu, penjual itu sudah memiliki legalitas atas obyek yang  ditawarkan pada mereka,” ujarnya.

Atas kekecewaan konsumen itu, lanjut Bambang, karena informasi ini tidak bisa mencapai secara merata kepada seluruh masyarakat dan harus berjenjang, dari kami Kementerian PUPR -RI turun pada pemerintah daerah , turun pada asosiasi asosiasi pelaku pembangunan maupun asosiasi konsumen.

“Pengawasan pemerintah daerah kurang memahami aturan PUPR, PUPR membuat peraturan PPJB. Bukan struktur bangunan dan segala macam. Kami melihat obyeknya adalah rumah, tempat tinggal membina keluarga. Pemerintah harus turun tangan di situ,” katanya.

Pemahaman itu belum merata di masyarakat,  makanya dalam Permen PUPR No. 14 Tahun dimasukkan pasal 40 mengenai pembina dan pengawasan pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Dalam hal ini, Dinas Cipta Karya setempat kurang memahami.

“Ini pekerjaan rumah (PR) buat kami bagaimana terus melakukan bimbingan teknis, mudah mudahan sebelum akhir tahun bisa lakukan , ” ungkapnya.

Sementara itu,   Ketua YLPK Jatim. M. Said Sutomo,  mengatakan, kuncinya yang buat  masalah konsumen di Pemkot/Pemprop Jatim, terutama Kota Surabaya ini, kita baru tahu bahwa Pemkot tidak konsen terhadap perlindungan konsumen perumahan dan apartemen.

Padahal Undang Undang sudah jelas. Alasannya dibuat -buat, karena tidak adanya Perda dan Perwali.Mereka itu hidup di mana. Pemkot Surabaya kok tidak mau mengakui Undang-Undang, PP dan Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur perumahan dan rumah susun.

“Itu yang kita sesalkan, banyak warga kota Surabaya tidak terlindungi. Kurang pemahaman Dinas Cipta Karya tentang peraturan itu.Kalau menurut saya, memang tidak ada niatan baik untuk melindungi dan mengamanatkan Pembukaan UUD 1945 yang setiap Senin dibaca,” tukas M. Said Sutomo .

Mengutip pembukaan UUD 45, bahwa Negara membentuk pemerintahan Indonesia yang melindungi segenap Warga Negara Indonesia dan segenap tumpah darah yang berdasarkan …. dan seterusnya.

“Selama ada aduan dari konsumen, Dinas Cipta Karya tidak ada konsennya. Katanya nggak ada Perda dan Perwali. Tetapi keluarkan ijin, tidak berbasis pada peningkatan investasi pada hanya berbasis PAD, hal itu tidak benar,” tanda M. Said Sutomo ..

Begitu pula, pembentukan perkumpulan penghuni rumah susun (PPRS) itu masak Pemda mau menguasai parkirnya atau menguasai layanan publik. Seharusnya dikelola para penghuni. Jadi perlindungan masyarakat tidak ada. Saya selaku warga masyarakat Surabaya kecewa.

PUPR-RI kunjungi YLPK Jatim, berdasarkan pengaduan konsumen yang dilayangkan ke Kementerian PUPR-RI dan Presiden RI. Karena ada pelanggaran pelanggaran klausula baku, konsumen sudah membayar dan penuhi kewajibannya. Tetapi pelaku usaha tidak penuhi kewajibannya, seperti kejelasan pembangunannya. kapan bangunnya.

“Konsumen berhak meminta kembali uangnya. tetapi dipotong promosi. Promosi apa ? Wong belum bangun dan belum apa-apa. Sampai potong rata rata 50 persen dari uang yang masuk.  Nggak benar itu,” tuturnya.

Perbuatan pelaku usaha itu justru melanggar  klausula baku dan tidak ada peraturan yang seperti itu. Hal itu masuk pidana perlindungan konsumen. Tetapi Polri mau menindaklanjuti perkara ini.

Masih lanjut  Said Sutomo  , dalam UU RI No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman & UU RI. 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, bagian ketujuh pemasaran dan jual beli rumah susun pasal 42 ayat 1 disebutkan, pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran,sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan.

Dan pasal 42 ayat 2, dalam hal pemasaarn dilakukan sebelum  pembangunan rumah susun dilaksanakan, sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pelaku pembangunan sekurang kurangnya harus memiliki : kepastian peruntukan ruang, kepastian hak atas tanah, kepastian status penguasaan rumah susun, perizinan pembangunan rumah susun dan jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin.

Dipertegas dalam pasal 42 ayat 3, dalam hal pemasaran dilakukan  sebelum pembangunan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat 2, segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan dan atau agen pemasaran , mengikat sebagai perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) bagi para pihak.

Pada pasal 43 ayat 1 disebutkan proses jual belu rumah susun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui akte yang dibuat di hadapan notaris.

Dalam ayat 2 nya, dinyatakan PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas status kepemilikan tanah, kepemilikan IMB, ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum, keterbangunan paling sedikit 20 persen dan hal yang diperjanjikan.

Dalam pemaparannya, Ir RM Bambang Setiawan menegaskan , pola perlindungan knsumen perumahan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2016 Tentang  Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Informasi saat pemasaran pasal 22 D PP No. 12 Tahun 2021 ayat 1 informasi pemasaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 D ayat 1 disampaikan kepada masyarakat dengan memuat paling sedikit, nomor surat keterangan rencana kebupaten/ kota, nomor sertifikat hak atas tanah dan nama pelaku pembangunan berbadan hukum atau nomor identitas untuk pelaku pembangunan atau peserorangan serta identitas  pemilik tanah yang melakukan kerja sama dengan pelaku pembangunan.

Selain itu, nomor dan tanggal penerbitan izin mendirikan bangunan induk atau izin mendirikan bangunan, rencana tapak perumahan atau rumah susun, spesifikasi bangunan dan denah rumah  atau gambar bangunan yang dipotong vertikal dan memperlihatkan isi atau bagian dalam bangunan dn denah rumah susun.

Di samping itu, harga jual rumah atau rumah susun, informasi yang jelas mengenai prasarana, sarana, dan  utilitas umum yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan dan informasi yang jelas mengenai bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama untuk pembangunan rumah susun.

Penerimaan pembayaran sat pemasaran (pasal 22 F PP No. 12 Tahun 2021) dalam ayat 1 disebutkan pembayaran yang dilakukan oleh calon pembeli kepada pelaku pembangunan pada saat  pemasaran menjadi bagian pembayaran atas harga rumah (umumnya sebesar 1 persen dari harga rumah).

Dalam ayat 2 , pelaku pembangunan yang menerima pembayaran  pada saat pemasaran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus menyampaikan informasi mengenai jadwal pelaksanaan pembangunan, jadwal penandatanganan PPJB dan jadwal penandatanganan akta jual beli dn serah terima rumah.

Catatan pasal 22 H PP No.12 Tahun 2021, bila terjadi pembatalan yang disebabkan kelalaian pelaku pembangunan, maka seluruh pembayaran yang diterima pelaku pembangunan harus dikembalikan sepenuhnya kepada calon pembeli.

Jika terjadi pembatalan bukan karena kelalaian pelaku pembangunan, maka pelaku pembangunan dapat memotong paling rendah20 persen dari pembayaran yang diterima oleh pelaku pembayaran ditambah dengan biaya pajak yang telah  diperhitungkan.

Dalam hal kredit pemilikan rumah yang diajukan oleh calon pembeli tidak disetujui oleh bank atau perusahaan pembiayaan, maka pelaku pembangunan dapat memotong 10 persen dari pembayaran  yang telah diterima oleh pelaku pembangunan ditambah pajak yang telah diperhitungkan.

Persyaratan untuk PPJB (pasal22 I PP No. 12 Tahun 2021) dalam ayat 1 disebutkan bahwa PPJB dilakukan setelah pelaku pembangunan memenuhi persyaratan kepastian atas status kepemilikan (sertifikat atas tanah yang diperlihatkan kepada calon pembeli saat pendandatanganan PPJB), hal yang diperjanjkan, PBG (disampaikan salinan sesuai asli kepada calon pembeli  saat penandatanganan PPJB), ketersediaan  prasarana, sarana, dan utilitas umum dan keterbangunan  paling sedikit 20 persen.

Materi PPJB (pasal 22 J PP No. 12 Tahun 2021) meliputi identitas para pihak, uraian obyek PPJB, harga rumah dan tata cara pembayaran, jaminan pelaku pembangunan, hak dan kewajiban para pihak, waktu serah terima bangunan, pemeliharaan bangunan, penggunaan bangunan, pengalihan hak, pembatalan dan berakhirnya PPJB dan penyelesaikan sengketa.

Sumber : Media Surabaya Rek

Tags: