YLPK Jatim berharap penanganan sedot pulsa oleh Kepolisian jangan sampai pada industri Content Provider yang bekerja sama dengan operator tertentu saja, tapi Kepolisian perlu mengembangkan lebih melebar dengan melacak keterkaitan kerja samanya dengan operator-operator lainnya.
Pengalaman buruk ini tidak hanya menimpa pelaku usaha Content Provider tapi juga telah menjadi pengalaman buruk bagi masyarakat konsumen telekomunikasi sejak tahun 2005 karena pulsanya tersedot tanpa adanya transaksi sedot pulsa yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Karenanya YLPK Jatim berharap, pengalaman buruk ini hendaknya menjadi titik awal kebangkitan industri kreatif Conten Provider di Indonesia. Pengembangan industri kreatif Content Provider ke depan hedaknya lebih diprioritaskan pada konten-konten informasi tentang pelayanan publik daripada konten-konten informasi yang menyesatkan.
“Sehingga ke depan ada persaingan Content Provider dalam hal kepastian mutu pelayanan, kepastian tarif dan kepastian hukum perlindungan konsumen bagi konsumen yang dirugikan oleh pelaku usaha Conten Provider”, tegas M. Said Sutomo Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur.
Menurut Said Sutomo, tidak benar jika akibat ditetapkannya tiga orang tersangka pencurian sedot pulsa, yakni satu orang dari operator, dan dua orang dari Content Provider dinilai akan berpengaruh negatif terhadap industri konten secara keseluruhan dan industri telkomunikasi akan mengalami stagnasi dan keraguan untuk berkreasi.
Kejadian praktek pencurian sedot pulsa sebenarnya tidak perlu terjadi manakala mengeterapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Namun karena undang-undang tersebut belum dijadikan regulasi internalnya dalam menjalankan usahanya. Selain itu belum adanya regulasi yang benar-benar melindungi dan menjamin kelangsungan industri konten sehingga bergerak liar. Padahal Regulasi yang baru tentang industri kreatif sangat di tunggu oleh kalangan pelaku industri untuk menjadi panduan mereka di dalam bekerja mengembangkan industri kreatif, sehingga sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Karena itu, penanganan kasus tersebut harus cepat dan hati-hati. Mengingat dampaknya terhadap industri kreatif sangat terasa. Hingga saat ini trafik konten cenderung makin turun. Padahal tidak semua Content chargingnya berbasis SMS Premium. “ Sebagai contoh untuk aplikasi yang berbasis Android, Java dan OS BlackBerry, trafiknya terus turun, padahal aplikasi-aplikasi tersebut tergolong baru,” jelas A Haryawirasma, Ketua Indonesia Mobile and Online Content Provider Associaton (IMOCA).
Model bisnis aplikasi tersebut masih mencari pola, dan masih belum stabil. Pada prinsipnya menurut A. Haryawirasma, Ketua Indonesia Mobile and Online Conten Provider Association (IMOCA), mendukung siapapun yang bersalah harus dihukum. “ Namun kita juga ingin mengetahui letak kesalahannya di mana sehingga menjadi jelas,” jelasnya.
Terjadinya tindak pencurian pulsa, tidak bisa dilepaskan dari aturan yang abu-abu. Sehingga peluang tersebut dimanfaatkan oleh CP-CP yang nakal. Padahal tidak semua Content Provider nakal, namun adanya pemutihan layanan oleh regulator, mengesankan bahwa semua conten nakal. “ Ambil oknumnya, tapi jangan bakar rumahnya,” jelas A. Haryawirasma.
Bahkan ada dari 400 lebih Content Provider yang bekerja sama dengan Telkomsel misalnya, 140 di antaranya adalah CP yang dimotori mahasiswa. Makin menggelembungnya bisnis konten juga menunjukkan sisi positif jika dikaitkan dengan tumbuhnya industri kreatif yang lebih padat knowledge dibanding dengan bisnis lain yang padat kapital, modal, atau tenaga kerja
Seperti diberitakan sebelumnya, Pihak Mabes Polri, telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus pencurian pulsa. Yakni Dirut PT Media Play dengan inisial WMH dan Dirut PT Colibri dengan inisial NHB. Satunya lagi dari Operator. Terkait kasus tersebut, sejauh ini Polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap 88 saksi. Saksi tersebut berasal dari 4 pelapor, 3 saksi yang menguatkan pelapor, pihak PT. T 33 orang, CP 37 saksi, dan 10 orang saksi ahli.
Wakil ketua Panja Pencurian Pulsa DPR RI, Teguh Juwarno mengatakan jika mau tuntas, Polisi juga harus mengusut semua operator yang terlibat. Tidak hanya satu operator saja.
“Penanganan tersebut jangan terkesan pilih kasih, kalau ada dari operator yang ditetapkan sebagai tersangka, ya.. semua pihak yang berkompeten dari berbagai operator dijadikan sebagai tersangka, jangan ada kesan tebang pilih,” ungkap Teguh Juwarno. Kendati demikian, Teguh mengapresiasi kinerja kepolisian.
Praktis dengan masuknya kasus pencurian pulsa ke ranah hukum, menurut Teguh Juwarno akan berdampak kepada perkembangan industri kreatif. Kalangan operator dan CP tidak lagi bisa bermain-main dengan masalah SMS Premium. “Kami melihat pihak operator sebagai pihak yang memiliki kanal dan pihak Content Provider sebagai pengembang konten terlalu asyik berkreasi, dan kinerja BRTI tidak optimal, ” ungkap Teguh. Ia menggugat pihak regulator, yang terkesan membiarkan kasus ini, hingga akhirnya meledak seperti sekarang.
Teguh berharap agar BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) mampu membuat regulasi yang melindungi kepentingan konsumen, dan tetap bisa mendorong industri kreatif untuk berkembang. “Regulasinya harus disusun sehingga mampu mengantisipasi berbagai kejadian terkait dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat. Jangan lagi muncul regulasi setelah ada kasus. Hal ini akan merugikan kita semua,” tambahnya.
Pihak Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia selaku Regulator, melalui juru bicaranya, Gatot S. Dewobroto S, mengatakan jika memang ada oknum dari berbagai pihak yang bersalah silakan diproses, namun, pihaknya berharap Kepolisian untuk mendalami kasus ini secara hati-hati karena dampaknya akan besar terhadap kelangsungan industri kreatif di Indonesia. “ Bagaimana pun industri kreatif adalah salah satu penopang perekonomian nasional,” tuturnya.
Adapun sikap Telkomsel terkait dengan penetapan salah satu karyawannya menjadi tersangka oleh Pihak Bareskrim Mabes Polri, operator ini mendukung penuntasan kasus tersebut secara transparan dan obyektif. Berikut sikap Telkomsel, seperti yang disampaikan oleh GM Corporate Communication, Ricardo Indra.
1. Telkomsel dengan serius mempelajari perkembangan perkara pencurian pulsa serta mendukung pihak kepolisian untuk mencari bukti-bukti dan menuntaskan perkara ini secara obyektif.
2. Telkomsel adalah perusahaan yang terkonsolidasi ke PT Telkom Tbk, dan sebagai perusahaan publik maka kepatuhan terhadap hukum dan peraturan merupakan hal yang sangat penting. Tidak ada satupun kebijakan perusahaan yang menganjurkan tindakan pencurian.
3. Untuk melancarkan proses hukum dan menjamin bahwa layanan kepada pelanggan tidak terganggu, Telkomsel telah memberikan keleluasaan kepada karyawan yang bersangkutan untuk mengikuti jalannya proses hukum secara kooperatif didampingi oleh kuasa hukum yang telah ditunjuk perusahaan. Dengan demikian, yang bersangkutan dapat lebih fokus dalam menyelesaikan permasalahan ini.
4. Telkomsel mengembangkan model bisnis yang berpijak pada etika bisnis dan aturan hukum yang berlaku, model bisnis yang saling menguntungkan dengan berbagai mitra dan secara konsisten melaksanakan peningkatan sistem pengawasan serta perlindungan hak konsumen.
Sumber : Tribunnews