YLPK JATIM Tolak Pelemahan Kelembagaan Dalam Harmonisasi RUU PK 2021

Menindaklanjuti sikap penolakan  Drs Muhammad Said Sutomo dari anggota Komisioner Badan Perlindungan Konsumen  Nasional (BPKN) RI dari unsur  LPKSM (YLPK) Jawa-Timur www.ylpkjatim.or.id pada rapat  Tim Kecil Harmonisasi RUUPK pada hari Selasa, 2 November 2021.

Untuk penegasan penolakan tersebut, dikuatkan dengan surat pernyataan penolakan atau keberatan seperti yang dikirim via WA, Bp Agung Prasetyo pada 9 November 2021.

Dalam surat pernyataan tentang Hasil Harmonisasi RUUPK 2021, Drs Muhammad Said Sutomo dari anggota Komisioner Badan Perlindungan Konsumen  Nasional (BPKN) RI dari unsur Lembaga Perlindungan Konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa-Timur, berkantor Museum NU Jl Gayungsari Timur 35 Surabaya.

Muhammad Said Sutomo menyatakan, berdasarkan lembar  disposisi Sekretariat BPKN RI menindalanjuti surat dari Kementerian Hukum dan HAM RI Nomor :PPE.4.PP.03.04-180 tanggal 16 September 2021 penerimaan tanggal; 16 September 2021.

Ringkasan isi undangan Rapat Tim Kecil Pengharmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Undang Undang Perlindungan sebagaimana copy/print-out terlampir.

“Maka dengan ini kami menyampaikan pernyataan menolak dengan tegas adanya Rancangan Undang Undang (RUUPK)  terhadap penghapusan Bab IX pasal 44  Lembaga Perlindungan Konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) yang mengatur tentang kelembagaan LPKSM, terutama pasal 44 ayat (1) sampai dengan ayat (4) UUPK dengan alasan alasan ,” ucap Muhammad Said Sutomo .

Alasan pertama adalah bahwa lahirnya Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) tidak  bisa lepas dari sejarah dan kiprah Lembaga Perlindungan Konsumen swadaya masyarakat (LPKSM) sebagai ujung tombak penggagas lahirnya UUPK di Negara Kesatuan Republik Indones

Alasan kedua, bahwa pasal 44 ayat (1) sampai ayat (4) UUPK merupakan pokok pokok pengakuan dan kedudukan LPKSM dalam UUPK sebagaimana pengertian LPKSM pasal 1  angka 9 UUPK dan telah menjadi sistem Hukum Perlindungan konsumen di Negara kita Republik Indonesia.

Alasan ketiga, bahwa pasal 44 ayat (1) sampai ayat (4) UUPK dengan Sistem Hukum Perlindungan Konsumen selama ini sejak diundangkan tahun 1999 sampai sekarang memiliki 3 (tiga) dimensi fungsi pokok LPKSM.

Di antaranya sebagai berikut ayat (1) adanya pengakuan langsung dari pemerintah. Ayat (2) adanya kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.

Pada ayat (3) adanya tugas – tugas pokok seperti : menyebarkan informasi hak hak normatif konsumen pada saat pra-transaksi , maupun proses transaksi dalam kehati hatian masyarakat konsumen dalam bertransaksi dan pasca transaksi manakala mengalami kerugian.

Tugas pokok lainnya adalah memberikan nasehat atau memberikan edukasi dan literasi masyarakat konsumen tentang tata cara bertransaksi yang baik dan beretika.

Selain itu, melakukan kerjasama dengan instansi terkait dalam pelaksanaan Sistem Hukum Perlindungan Konsumen. Dan menerima keluhan atau pengaduan  dan melakukan advokasi secara patut sesuai peraturan  perundang undangan yang berlaku.

Di samping itu, melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat dalam rangka membantu pemerintah  untuk menjamin barang dan/atau jasa yang beredar di masyarakat, telah terjamin  keamananm kenyamanan dan keselamatannya,

Dan ayat (4) adalah pengaturan lebih lanjut  oleh Peraturan Pemerintah berdasarkan tugas tugas pokok LPKSM pada ayat (3).

“Bahwa RUU Harmonisasi UUPK tidak bisa menghilangkan pasal 44 UUPK , karena bisa menghilangkan existence (keberadaan) LPKSM yang tumbuh dan berkembang secara swadaya di tengah tengah masyakarat,” kata Drs Muhammad Said Sutomo.

Dilanjutkannya, bahwa secara filosofis, sosiologis, maupun  yuridis keberadaan LPKSM telah menyatu dalam kultur Hukum Perlindungan Konsumen di Republik Indonesia.

Pelemahan Kelembagaan Dalam Konsep RUU

1. Pengaturan Kelembagaan di luar UU turun derajat (hirarkhi Peraturan PerUUan/UU 12/2021)

2.Secara yuridis jadi lemah (pelemahan kelembagaan)

3. Secara sosiologis seharusnya diperkuat

4.Secara sosiologis kelembagaan sejak 2001 sangat bermanfaat bagi konsumen/masyarakat dan berperan membantu lembaga peradilan dalam penyelesaikan sengketa

5. Secara yuridis, kelembagaan bagian dari sistem PK (pasal 3 UUPK).

6.Secara sosilogis, pemerintah dan stakeholder/masyarakat berusaha memperkuat kelembagaan.

7.Secara filosofis pelemahan kelembagaan bertentangan dengan falsafah/nilai Pancasila.

8.Secara teoritis, kelembagaan bagian dari sistem hukum (teori Lawrence M.Friedman)

9. Ide pengaturan Kelembagaan di luar UUPK adalah absurd.

Sumber : MediaSurabayaRek