ADA kabar gembira bagi para pengguna angkutan umum di wilayah Jatim. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Pemprov Jatim berencana mengevaluasi besaran tarif angkutan jenis AKAP (antarkota antarprovinsi) dan AKDP (antarkota dalam provinsi).
Kebijakan tersebut muncul setelah pemerintah pusat menurunkan harga BBM. Termasuk kemungkinan turunnya harga solar per Januari 2009. Saat ini, beberapa tahap menjelang evaluasi itu mulai dilakukan.
“Evaluasi ini sebenarnya rutin enam bulan sekali. Karena kebetulan bersamaan dengan harga BBM turun, sekalian evaluasi ini kita lakukan untuk kemungkinan menurunkan tarif,” kata Kepala DLLAJ Jatim Pemprov Sudirman Lambali kemarin (6/12).
Dia menjelaskan, ada beberapa faktor yang dijadikan dasar evaluasi itu. Di antaranya, perbandingan harga BBM dengan perubahan biaya operasional angkutan umum, tingkat load factor (perbandingan jumlah penumpang dengan armada), kemampuan penumpang, serta beberapa faktor lain.
Meski begitu, dia mengatakan bahwa penurunan harga BBM tidak serta merta mengurangi biaya operasional angkutan umum. Jika dihitung, biaya pengeluaran BBM hanya 30 persen di antara total biaya operasional.
Saat ini, batas atas tarif AKDP dan AKAP ditetapkan Rp 147 per km per penumpang. Batas bawah ditetapkan Rp 98 per km per penumpang. Dengan perhitungan seperti itu, tarif angkutan bervariasi, bergantung pada rute. Misalnya, rute Surabaya-Malang Rp 7 ribu-Rp 12 ribu. Tarif tersebut berlaku sejak Juni 2008 setelah naik 15 persen dari tarif semula.
Tarif batas atas sama dengan 30 persen di atas biaya operasional. Untuk batas bawah, hitungannya 20 persen di bawah biaya operasional tiap kendaraan.
Lalu, berapa ancar-ancar penurunan tarif yang disiapkan? Sudirman belum berani berspekulasi. Sebab, penetapan tarif atas-bawah membuat para operator angkutan umum bisa berkreasi. Saat ini, evaluasi masih terus dilakukan.
Selain itu, DLLAJ akan mengundang terlebih dahulu semua pihak yang terkait dengan penetapan tarif tersebut. Di antaranya, para pengusaha, pakar transportasi, maupun unsur pemerintah. “Prinsipnya, jangan sampai kebijakan yang dibuat membuat penumpang maupun pengusaha dirugikan. Kalau bisa, semua saling diuntungkan,” katanya.
Sumber : Jawapos